Title : Thousand Cranes
Author : Shin Eun Ki
Main Cast : Kim Ki
Bum
Shin Soo Yun
Other Cast: Doo Joon
Min Neulrin
Ahn Seohyun
Length: oneshoot
Genre : sad, romance
Disclaimer: Actually comes out from my mind. Statement in
this story based on
Japanese’s belief and some adopted from film titled
“Millionaire’s
First Love”
OST : Insa by Jaejoong DBSK
*********
Fly away… fly away… Love…
**********
Waktu kini sudah menunjukkan
pukul 12.00 malam. Waktu yang tepat untuk mengistirahatkan seluruh anggota
tubuh namun hal itu tidak menjadi alasan bagi Soo Yun untuk menghentikan
aktivitas sehari-har inya. Ya, dengan cekatan dia masih melipat-lipat
kertas-kertas yang berserakan didepannya, entah itu kertas bon, origami atau
jenis apapun menjadi sebuah crane (burung-burungan kertas). Baginya setiap
kertas yang dia temukan merupakan suatu keberuntungan dan harapan yang akan dia
bentuk menjadi crane.
Tok..tokk..tokk.
Pintu kamarnya terbuka dan
dilihatnya oppa kesayangannya masuk dan duduk disampingnya.
“Aigooo.. adik perempuanku yang
satu ini nakal ya. Tadi kan oppa menyuruhmu istirahat.” Ucap Doo Joon sambil
mengacak-acak rambut Soo Yun.
“Akh, oppa.Aku belum mau
istirahat. Nih.. lihat. Aku sibuk tau.” Ucap Soo Yun acuh dan kembali melipat
kertas-kertas di depannya. Doo Joon memperhatikan adiknya itu yang masih saja berkutat dengan
crane-nya. Doo Joon tersenyum sekilas. Bisa dia lihat dengan jelas wajah
adiknya kelihatan lelah namun masih saja bersikeras untuk melakukan hal ini.
“Soo
Yun-ah, dengarkan oppa. Kau harus istirahat. Wajahmu itu kelihatan lelah. Dan
besok kau kan masih harus sekolah. Kau mau telat bangun dan terlambat ke
sekolah?” bujuk Doo Joon.
“Tenang
saja oppaaaa.. aku tidak akan telat. Sudah, oppa ke kamar oppa saja sana. Oppa
saja yang istirahat. Oppa pasti lebih lelah daripada aku.” Ucap Soo Yun sambil mencubit pipi Doo Joon.
“Anni. Aku
mau melihat adik kesayanganku tidur lebih dulu. Kalau kau tidak mau dengan cara
halus. Baiklah.” Ucap Doo Joon dengan sorot mata mencurigakan. Soo Yun merasa
akan terjadi sesuatu dan sebelum dia sempat untuk berfikir sesuatu itu apa, Doo
Joon sudah menggendongnya dan melemparnya ke kasur empuknya.
“Hyaaaaaaa….
Opppppaaa!!!” teriak Soo Yun. Doo Joon
tertawa kecil lalu menangkupkan tangannya di mulut Soo Yun.
“Itu akibatnya kalau kau tidak mendengarkan oppa.
Dan berhenti berteriak, seisi kompleks bisa terbangun nanti. Lebih baik kau
tidur ya my lovely yodongsaeng.” Ucap Doo Joon lembut sambil menutupi tubuh Soo
Yun dengan selimut.
“Ne, ne,
ne. Aku akan tidur. Tapi oppa yang harus menyelesaikan kertas-kertas itu.” Ucap
Soo Yun sambil melirik meja disampingnya yg masih bertaburan kertas dan
crane-nya. Doo Joon tersenyum simpul dan mengangkat jempolnya sebagai tanda dia
setuju.
“Tidurlah.”
Ucap Doo Joon sambil menepuk-nepuk pipi Soo Yun. Soo Yun mengangguk dan mulai
menutup matanya. Doo Joon berdiri dan berjalan ke meja disampingnya lalu
mengambil kertas-kertas yang belum terbentuk menjadi crane. Doo Joon tersenyum
pahit dan segera melangkah kearah pintu namun terhenti oleh panggilan Soo Yun.
“Oppaa.. Jaljayo.
Jangan bekerja terlalu keras. Istirahat yang cukup ya oppa. Saranghaeyo.” Ucap
Soo Yun dengan senyum manisnya. Doo Joon tertawa kecil melihat tingkah
dongsaeng satu-satunya ini.
“Ne,
arasso. Nado saranghaeyo dongsaeng-ah.” Ucap Doo Joon lalu mematikan lampu
kamar Soo Yun. Perlahan pintu yang tadi terbuka kini tertutup dan suasana gelap
sudah menyelimuti kamar Soo Yun.
Doo Joon oppa.. bagaimana kalau aku
tidak bisa mendengar ocehanmu yang menyuruhku untuk tidur seperti tadi?
Bagaimana kalau aku tidak bisa mengucapkan selamat tidur pada mu lagi?
******************************
“Soo Yun-ah. Kau sudah
mengerjakan PR? Semalam aku ketiduran. Ohhh. Soo Yun kau harus membantuku.”
Tanya Seohyun gelisah, teman sebangku
Soo Yun.
“ Tenang.. tenang Seohyun-ah.
Tunggu sebentar.” Ucap Soo Yun sambil mengacak-acak isi tasnya dan tak lama
kemudian dia menyerahkan sebuah buku kepada Seohyun.
“Yey! Gomawo Soo Yun-ah.”
UcapSeohyun dengan senyum terkembang dan tak lama kemudian Seohyun sudah
berkutat dengan buku di hadapannya itu. Sambil menunggu guru nya datang, Soo
Yun mengambil secarik kertas di tasnya dan melipatnya menjadi crane.
“Seohyun-ah. Kau percaya kalau
keajaiban akan datang kalau aku sudah berhasil membuat ribuan crane ini?” Tanya
Soo Yun tiba-tiba. Seohyun memandang Soo Yun sejenak lalu mengalihkan
pandangannya pada crane di tangan mungil Soo Yun. Seohyun meletekkan penanya
dan menghembuskan napas.
“Soo Yun-ah. Kau mau keajaiban
seperti apa dari secarik kertas yang kau lipat menjadi crane? Hmmmm… Keajaiban
yang mungkin adalah saat kau lulus nanti kau bisa langsung diangkat menjadi
guru TK untuk mengajari anak-anak kecil membuat crane. Waaaa… Soo Yun ku yang
mungil ini akan jadi guru TK, hahaha” Ucap Seohyun sambil mencubit pipi Soo Yun. Seketika tawa
mereka meledak namun terhenti saat Choi Songsaenim memasuki ruang kelas.
Seorang laki-laki berusia sama dengan murid-murid di kelas itu mengekor
dibelakangnya.
“Anak-anak. Hari ini kita
mendapat murid baru. Dia murid pindahan dari Amerika.” Ucap Choi songsaenim.
Choi songsaenim memberi tanda kepada murid itu untuk memperkenalkan diri.
“Hello. I’m Kim Ki Bum from
America.” Ucap Ki Bum singkat. Seisi kelas terdiam memandangi Ki Bum yang
terlihat sangat cuek.
“Kau tidak mau berkat lebih
banyak lagi Ki Bum-ssi?” Tanya Choi Songsaenim.
“No. So, can I just sit, then?”
Tanya Ki Bum acuh dan mulai berjalan kearah tempat duduk kosong di belakang Soo
Yun. Choi songsaenim dan seisi kelas terperangah melihat Ki Bum yang langsung
duduk dan memasang earphone di telinganya.
“Why are you looking at me like
that??? Go on. Just start the lesson.” Ucap Ki Bum acuh.
*****************************
Bel tanda pulang sudah berdering.
Soo Yun melirik kearah Ki Bum yang sudah menyampirkan tasnya dan berjalan
keluar kelas. Dengan cepat-cepat Soo Yun membereskan buku-buku di mejanya dan
memasukkannya kedalam tas. Dengan langkah terburu-buru dan mengacuhkan
panggilan Seohyun, dia berusaha mengikuti Ki Bum.
Dengan sepeda yang di kayuh
pelan-pelan, Soo Yun mengikuti Ki Bum yang kini tengah berjalan kearah taman
didekat kompleks rumahnya. Sadar bahwa sedari tadi ada yang mengikutinya, Ki
Bum menghentikan langkahnya dan
membalikkan tubuhnya. Dilihatnya Soo Yun yang tengah tersenyum kaku karena
tertangkap basah oleh Ki Bum. Seakan tak perduli sekaligus tak mengerti mengapa
gadis itu mengikutinya, Ki Bum kembali melangkahkan kakinya dan duduk dikursi
taman. Dia merogohi sesuatu dari saku
celananya yang ternyata merupakan sepuntung rokok. Dia meletakkan rokok itu
dimulutnya dan mulai menyulutnya namun, dia terkejut saat mendapati rokok
tersebut telah jatuh ke tanah. Dia menoleh kesampingnya. Dilihatnya Soo Yun
berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya.
“Ya!!! Apa sebenarnya mau mu hah?
Are u stalker? Kenapa kau mengikutiku dari tadi dan sekarang, kau membuang
rokokku? Maumu apa hah?” teriak Ki Bum di depan muka Soo Yun.
“K au seorang murid dan murid
tidak boleh merokok.” Ucap Soo Yun tenang. Ki Bum tertawa kecil dan kembali
memandang Soo Yun.
“Kau pikir kau ini siapa, hah?
Mau mengaturku dengan omong kosong itu? Kau itu bukan siapa-siapa. Hanya
seorang stalker yang sok tahu.” Ucap Ki Bum sambil mendorong pelan tubuh Soo
Yun lalu berbalik arah dan kembali berjalan. Soo Yun mencoba menyeimbangkan
tubuhnya lalu kembali memanggil Ki Bum. Ki Bum menoleh dengan tatapan malas.
“Mau apa lagi hah?” tanyanya
sambil menghentak-hentakkan kakinya ketanah.
“Aku hanya ingin mengucapkan
selamat tinggal.” Ucap Soo Yun. Ki Bum mengernyitkan dahinya dan mencoba
mencerna kata –kata Soo Yun tadi. Seketika tawanya meledak dan berjalan
menghampiri Soo Yun.
“Neo michyeoso??? Selamat
tinggal? Seingatku mengucapkan selamat datang padamu saja aku tidak pernah dan
sekarang kau mengucapkan selamat tinggal? Gadis aneh. Aigoo.. seharusnya aku
tidak pernah ke kota ini dan bertemu gadis aneh sepertimu.” Ucap Ki Bum dingin
lalu kembali berjalan menjauhi Soo Yun yang hanya berdiri terdiam sambil
tersenyum pahit.
***********************
“Aaaaarrrgh..
Kenapa aku harus sekelompok gadis aneh sepertimu, hah?Songsaenimm!! Kau salah
orang.” ucap Ki Bum frustasi karena dia harus sekelompok dengan Soo Yun untuk
tugas paper mereka. Soo Yun yang masih asyik mencari referensi di perpustakaan
hanya tersenyum kecil melihat tingkah Ki Bum.
“Kau
seharusnya berterimakasih dengan songsaenim . Banyak yang mau sekelompok
denganku. Jadi kau sudah sangat beruntung bisa sekelompok denganku. Lebih baik
kau lanjutkan mencari referensi yang menurutmu cocok untuk tugas kita. Aku
tunggu di meja sana.” Ucap Soo Yun menunjuk kearah meja yang dimaksudnya. Ki
Bum mendengus lalu mengambil beberapa
buku di rak dihadapannya. Setelah dia rasa cukup, dia berjalan menghampiri Soo
Yun yang kini tengah mencatat sesuatu di bukunya.
Brukkkk. Ki Bum menjatuhkan buku
yang dipegangnya dihadapan Soo Yun dengan suara yang lumayan keras.Sontak seisi
ruangan perpustakaan memasang tatapan tajam kearah mereka. Soo Yun melotot
kearah Ki Bum untuk meminta pertanggungjawaban namun Ki Bum tidak peduli dan
berjalan keluar perpustakaan. Soo Yun
membungkukkan tubuhnya dan meminta maaf ke orang-orang yang merasa terganggu
karena keributan tadi. Setelah meminjam beberapa buku yang sudah dipilihnya
tadi, Soo Yun segera berlari keluar dan mencari Ki Bum.
Setelah kurang lebih setengah jam
dia mencari Ki Bum, akhirnya dia menemukan
Ki Bum sedang bermain basket. Soo Yun menghela napas dan meniup poninya
sejenak lalu berjalan menghampiri Ki Bum.
“Ya!!
Ki Bum-ssi!!” panggil Soo Yun di tepi lapangan. Ki Bum menoleh sebentar namun
kembali memainkan bola basket ditangannya.
“Ya!!
Ki Bum-ssi. Tugas kita belum selesai. Kau mau main sampai kapan?” teriak Soo
Yun.
“Sampai
kau menyelesaikan tugas itu baru aku akan berhenti bermain.” Jawab Ki Bum lalu
menjulurkan lidah kea rah Soo Yun. Kesabaran Soo Yun sudah mulai habis. Dengan
cepat dia berjalan menghampiri Ki Bum dan mengambil bola basket di tangan Ki
Bum. Ki Bum melotot kearahnya. Soo Yun pun membalasnya.
“Kau
mau tau apa yang bisa kulakukan kalau kau terus bersikap seperti sekarang?”
ancam Soo Yun.
“ Memangnya kau bisa apa? Aku ingin
lihat apa yang bisa dilakukan oleh gadis aneh sepertimu.” Lawan Ki Bum
“Baiklah.
Lihat ini. Kau akan menyesal karena sudah membuatku marah.” Ucap Soo Yun. Dia
berjalan kepinggir lapangan hingga dia sampai pada pagar sekolah mereka. Dia
tersenyum puas karena melihat ujung pagar sekolah yang cukup tajam dan tanpa
basa-basi dia menancapkan bola basket
yang dipegangnya sehingga menimbulkan suara yang menandakan bahwa bola itu
sudah kempes. Dia berbalik dan tersenyum puas melihat ekspresi kaget di wajah
Ki Bum.
“ Kau sudah lihat kan? Jadi jangan
coba-coba bermain-main denganku.” Ucap Soo Yun sambil melempar bola kempes itu
ke tubuh Ki Bum.
“Ya!
Kau pikir aku takut hah? Aku tidak akan terpengaruh dengan ancaman gadis aneh
sepertimu.” Ucap Ki Bum tak mau kalah.
“Oh
ya? Tapi sayang, aku juga tidak peduli.” Ucap Soo Yun. Dia membuka tas nya lalu
menyodorkan beberapa buku ke tangan Ki Bum.
“
Dan kerjakan sendiri tugas bagianmu. Aku sudah menyelesaikan tugasku tadi.”
Ucap Soo yun lalu berjalan pergi.
“Ya!!
Gadis aneh!!!” teriak Ki Bum yang dibalas dengan lambaian tangan dan juluran
lidah Soo Yun.
***************************
Malamnya,
Soo
Yun sudah selesai menyalin kembali tugas paper yang dia kerjakan di perpustakaan
tadi siang agar lebih rapi. Setelah membereskan buku-buku dan seragam untuk
esok hari, Soo Yun merebahkan tubuhnya di ranjangnya dan tentu saja kembali
melakukan aktivitas rutinnya, membuat crane. Dia tertawa kecil saat mengingat
kembali kejadian tadi siang.
“Aigoo,
Ki Bum, seharusnya kau melihat sendiri ekrpresi wajahmu tadi. Hahahhaa.” Gumam
Soo Yun disela-sela aktivitas melipat kertasnya.
Tiba-tiba dia berhenti lalu
membuka laci meja disamping ranjangnya dan mengambil kotak kecil berwarna merah
didalamnya. Soo Yun memandang sejenak kotak itu dan perlahan seuntai kalung
dengan bandul hati terpampang dihadapannya. Dia mengambil dan mengangkat kalung
itu lalu membuka bandulnya. Soo Yun tersenyum kecil memandang dua foto anak
kecil dengan senyum mengembang di dalam bandul itu.
“Neomu
kyeopta.” Gumamnya sambil mengelus foto anak laki-laki kecil di bandul itu.
Tok..
tok.. terdengar ketukan dari pintu kamarnya. Dia berjalan kearah pintu dan
ketika dia membuka pintu kamarnya, Doo Joon berdiri dengan membawa sekantong
penuh permen lollipop ditangannya.
“Tadaa…”
ucap Doo Joon sambil melirik kearah kantong permen lollipop ditangannya. Soo
Yun menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah oppa nya.
“Oppa
ku sayang.. Buat apa kau membawa lollipop ini? Oppa pikir aku masih anak
kecil.” Ucap Soo Yun lalu berbalik arah dan kembali merebahkan tubuhnya
diranjang. Doo Joon mengikutinya dan duduk ditepi ranjang.
“Hey..
Kau ini tidak tau terima kasih ya. Kau tahu ini dari siapa?” ucap Doo Joon. Soo
Yun menegakkan tubuhnya dan menggelengkan kepalanya.
“Ini
dari Neulrin. Dia sudah pulang kuliah dokternya di America. Tadi oppa
menjemputnya dan dia memberikan ini sebagai oleh-oleh. Tapi kalau kau tidak mau
ya sudah. Oppa simpan saja untuk oppa. Hahaha.” Ucap Doo Joon.
“Hyaaaa…
Neulrin onnie sudah pulang ke Korea dan ini dari Neulrin onnie?” ucap Soo Yun
semangat. Doo Joon mengangguk.
“Hyaa..
yasudah, sini lollipopnya.” Ucap Soo Yun sambil menengadahkan tangannya
dihadapan Doo Joon.
“Andwe.
Kau tadi sudah menolaknya.” Ucap Doo Joon sambil meletakkan kantong lollipop
itu di belakangnya.
“Yaa..
oppa. Aku tadi kan tidak bilang kalau aku menolaknya lagipula itu kan untukku
.” Rajuk Soo Yun sambil mengerucutkan bibirnya. Doo Joon tertawa kecil dan
mengacak-ngacak rambut adiknya itu.
“Kalau
sudah mendengar nama Neulrin kau pasti selalu semangat ya. Yasudah,ini
lollipopnya.” Ucap Doo Joon.
“Tentu
saja. Neulrin onnie itu idolaku. Hahaa. Suatu hari nanti aku ingin menjadi seperti
Neulrin onnie.” Ucap Soo Yun sambil mulai mengupas bungkus lollipop dan mulai
memasukkannya ke mulutnya.
“Oh,
Jinjja?” Tanya Doo Joon lagi.
“Geuromyeon.
Aku ingin jadi lulusan terbaik seperti Neulrin onnie. Kuliah di universitas
yang sama dengan nya. Kerja di tempat yang sama dengannya. Penampilanku juga
harus sama cantiknya seperti Neulrin onnie dan aku ingin punya pacar seperti
pacar Neulrin onnie.” Celoteh Soo Yun.
“Hahahahaha.
Kau kedengaran seperti stalker dan sep ertinya kau memang sudah terobsesi
dengan Neulrin. Tapi untuk poin terakhir, oppa setuju. Kau memang harus
mendapat pacar seperti oppa. Hahahahahaha.” Ucap Doo Joon.
“Sebenarnya
aku begini juga untuk kepentingan oppa. Kalau aku bisa satu tempat kerja dengan
Neulrin onnie, aku bisa mengawasi dan mencegah laki-laki lain yang mendekati
Neulrin onnie.” Ucap Soo Yun
“Hahaaha.
Tapi jangan sampai laki-laki itu malah berbalik mendekatimu ya. Kalau sampai
itu terjadi, oppa tidak akan tinggal diam.” Ucap Doo Joon berapi-api.
“Hyaah..
Kau sudah masuk gurauan ku oppa. Hahaha. Tadi aku hanya berimajinasi.” Ucap Soo
Yun dan pelahan menundukkan kepalanya.
“Ya..ya...
Apa maksudmu Soo Yun-ah?” ucap Doo Joon khawatir.
Soo Yun mengangkat kepalanya dan tersenyum.
“Dengan
kondisiku yang sekarang, apa aku bisa menjadi seperti yang aku bilang tadi,
oppa? Apa aku bisa seperti Neulrin onnie yang cantik, baik, punya pekerjaan
yang menjanjikan, punya pacar seperti oppa, dan apa aku bisa menikah dan hidup
bahagia nantinya? Apa aku bisa seperti itu?” ucap Soo Yun dengan pandangan
kosong.
“Soo
Yun! Apa yang kau bicarakan? Tentu saja kau bisa menjadi seperti yang kau
bilang tadi.” Ucap Doo Joon dan perlahan memeluk Soo Yun.
“Kau
masih muda. Kau harus menemukan cinta dan kebahagiaanmu dan itu pasti akan
terjadi. Tidak usah memikirkan hal lain. Arasso?” ucap Doo Joon lagi sambil
mengelus pelan kepala Soo Yun. Soo Yun memejamkan matanya dan saat dia
membukanya, air matanya sudah mengalir kewajahnya.
Oppa, aku sudah jatuh
cinta, tapi aku takut.. aku takut aku akan melukai orang yang kucintai itu. Aku
takut dia akan terluka lebih dalam daripada diriku sendiri.
*****************************
“
Hyaaa.. Soo Yun! Daebak! Kau mendapatkan nilai tertinggi untuk tugas paper kita
kemarin. Aigoo.. kau ini memang tidak mau mengalah ya. Sekali-kali biarkan aku
yang mendapat nilai tertinggi.” Ucap Seohyun. Soo Yun hanya tertawa kecil
melihat tingkah temannya itu.
“Hey,
Soo Yun. Bagaimana bisa kau mendapatkan nilai lebih tinggi dariku padahal kita
sekelompok?” Tanya Ki Bum yang tiba-tiba sudah berdiri disamping Soo Yun.
“Hhaha.
Nilai tugas itu kan nilai individu walaupun dikerjakan secara kelompok. Nilaiku
lebih tinggi darimu ya karena paper ku lebih bagus dari paper buatanmu.” Jawab
Soo Yun tanpa memandang Ki Bum dan tetap asyik membuat crane.
“Aigoo..
omong kosong macam apa itu? Untuk apa membuat kelompok tapi nilainya tetap
individual?” Tanya Ki Bum lagi.
“Mollasoyo.
Tanya sendiri dengan songsaenim.” Jawab Soo Yun singkat.
“Ya!
Kau ini bicara denganku atau dengan kertas sih? Kau tidak pernah diajarkan
untuk melihat lawan bicaramu, hah?” teriak Ki Bum.
“
Yang penting aku menjawab pertanyaanmu kan? Itu tidak masalah.” Jawab Soo Yun
enteng.
“OMO,,
Kau ini benar-benar aneh. Apa aku harus menyingkirkan kertas-kertas ini baru
kau bisa melihatku yang sedang bicara denganmu?” ancam Ki Bum yang mulai emosi.
Melihat Soo yun yang tidak bergeming dengan ancamannya, Ki Bum benar-benar
mengambil semua kertas dan crane di atas keja Soo Yun dan membuangnya keluar
melalui jendela yang tidak jauh dari meja Soo Yun. Sontak Soo Yun berdiri dan
memandang tajam Ki Bum yang memasang senyum kemenangan.
“Nappeun
nom.” Ucap Soo Yun lalu berjalan melewati Ki Bum.
“Ya!
Ki Bum-ssi. Kau ini keterlaluan. Bagaimana bisa kau membuang kertas-kertas itu
begitu saja?” ucap Seohyun.
“Wae
gurae? Apa aku salah? Itu hanya kertas. Apa istimewanya?” kilah Ki Bum membela
diri.
“Bagi
semua orang mungkin itu hanya kertas tak berhaga tapi bagi Soo Yun kertas itu
sangat berharga. Sebaiknya kau berpikir dahulu sebelum bertindak. Gunakan
otakmu itu.” ucap Seohyun sambil berlalu.
“Benar-benar
gadis aneh.” Gumam Ki Bum.
*****************************
Hari
ini hari Minggu. Sekolah pun libur. Ki Bum berlari pagi menyusuri kompleks rumahnya.
Saat tengah beristirahat di taman, dia melihat Soo Yun bersepeda dengan
beberapa anak kecil. Soo Yun terlihat sangat ceria. Tanpa sadar, Ki Bum
mengikuti Soo Yun dan sekarang dia sudah didepan sebuah taman kanak-kanak yang
juga tak jauh dari sekolahnya. Soo Yun dan beberapa anak kecil tadi duduk di
bangku halaman TK itu. Ki Bum berjalan mendekat dengan hati-hati agar tidak
terlihat oleh Soo Yun. Dia bisa melihat Soo Yun dengan gembiranya bernyanyi dan
mengobrol dengan anak-anak itu. Sesuatu hal dari diri Soo Yun yang tidak dia
perhatikan selama ini, Soo Yun terihat cantik saat tersenyum. Tanpa sadar
senyumnya pun mulai mengembang menyaksikan pemandangan dihadapannya.
“Aigoo..
apa yang aku pikirkan tadi? Andwe.. andwe.”gumam Ki Bum dan membalikkan
badannya. Baru beberapa langkah dia berjalan menjauhi TK itu, langkahnya
terhenti dengan ucapan cempreng seorang anak yang bersama Soo Yun. Dia menoleh
dan mencoba mendengarkan pembicaraan mereka.
“Noona.
Mengapa kau selalu membuat crane? Apa istimewanya? Itu hanya kertas kan?” Tanya
seorang bocah laki-laki bernama Yoogeun. Soo Yun tertawa kecil sambil mengelus
kepala Yoogeun.
“Yoogeun,
mungkin bagi beberapa orang, kertas yang noona buat menjadi crane ini tidak ada
istimewanya. Tapi, bagi noona, tentu ada maknanya. Kalian percaya dengan
keajaiban??” Tanya Soo Yun yang dijawab dengan anggukan kepala dari anak-anak
tersebut.
“Itulah
makna crane ini. Keajaiban. Ada seseorang yang berkata bahwa kalau kita melipat
kertas menjadi crane, kita bisa mendapatkan keajaiban dan harapan kita bisa
terkabul.Tapi, keajaiban itu belum mau datang kalau crane yang noona buat belum
mencapai ribuan. Oleh sebab itu, setiap hari noona selalu membuat crane ini
supaya bisa mencapai ribuan dan keajaiban yang noona tunggu bisa datang
secepatnya.” Ucap Soo Yun semangat. Anak-anak dihadapannya pun terlihat sangat
antusias mendengarkan penjelasan dari Soo Yun.
“Memangnya
keajaiban apa yang noona tunggu?” Tanya Yoogeun ingin tahu. Ki Bum yang juga
mendengarkan sedari tadi mengangguk-anggukkan kepalanya karena isi kepalanya
sama dengan Yoogeun. Soo Yun kembali tersenyum kecil dan menyapu pandangannya
kepada anak-anak dihadapannya saat ini.
“
Keajaiban yang bisa menghilangkan rasa sakit yang noona rasakan sekarang dan
harapan seseorang yang noona rindukan bisa mengingat noona kembali. Dan tentu
saja harapan agar kalian tumbuh menjadi anak yang lucu, baik dan bisa
diandalkan.” Ucap Soo Yun dengan senyum terkembang di wajahnya.
Ki Bum
merasakan sesuatu yang aneh saat dia melihat wajah Soo Yun yang agak meredup
dan mendengarkan ucapannya tadi. Sesuatu didalam otaknya seakan-akan
membisikkan sesuatu yang berhubungan dengan gadis itu dan sesuatu dalam dirinya
entah kenapa berkeinginan untuk melindungi gadis itu.
“Ada
apa ini? Ada apa sebenarnya dengan diriku.?” Gumam Ki Bum sambil menggaruk
kepalanya dan meninggalkan tempat itu dengan sejuta pertanyaan diotaknya.
****************************
“Seohyun..Dimana
Soo Yun?” Tanya Ki Bum saat dia sadari Soo Yun belum datang padahal bel sekolah
sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.
“Mollaso.
Tadi aku hubungi handphone nya tidak aktif dan aku belum sempat ke rumahnya.
Apa urusanmu menanyakan Soo Yun?” selidik Seohyun.
“Apa
tidak boleh kalau aku menanyakan Soo Yun?” ucap Ki Bum membela diri.
“Boleh
saja, tetapi sedikit aneh.” Ucap Seohyun sambil mengetukkan jari di bibirnya.
“Apanya
yang aneh? Kau jangan berpikiran macam-macam. Lebih baik kau beritahu alamat
rumah Soo Yun padaku.” Pinta Ki Bum.
“Mwo?
Memangnya kau mau ke rumahnya? Untuk apa?” Tanya Seohyun curiga.
“Ada
sesuatu yang harus aku berikan padanya. Sudahlah. Cepat beritahu alamatnya
padaku.” Ucap Ki Bum buru-buru.
“Arasso.”
Ucap Seohyun sambil merobek kertas lalu menuliskan alamat Soo Yun. Ki Bum
tersenyum puas melihat secarik kertas dari Seohyun itu.
“Gomawo,
Seohyun-ssi.” ucap Ki Bum lalu menyimpan kertas itu kekantongnya.
********************************
Soo Yun masuk rumah sakit. Dia harus dirawat
selama beberapa hari.
Trap..
trap… trap.. Ki Bum berlari sekuat tenaga melawan hujan yang sedari tadi turun
dengan deras . Dia berusaha mencari taksi atau kendaraan yang lain tapi
sepertinya orang-orang tidak ada yang beraktivitas di cuaca yang berubah
seperti sekarang. Ki Bum terus berlari hingga dia sampai dirumah sakit yang
ditujunya.
Soo Yun, apa yang terjadi padamu sebenarnya?
Dengan pakaian yang
sudah basah kuyup, Ki Bum berlari kearah resepsionis dan menanyakan kamar Soo Yun. Setelah mendapatkan
kamar Soo Yun dia segera berlari tanpa peduli dengan pandangan orang-orang
disekitarnya. Ki Bum berhenti didepan kamar Soo Yun. Melalui kaca pintu kamar
tersebut dia memperhatikan Soo Yun dengan muka pucat berbaring di ranjang.
Hatinya mencelos melihat keadaan Soo Yun yang jauh dari keadaannya dihari-hari
sebelumnya. Dia mencoba membuka pintu kamar tersebut namun terhenti oleh suara
yang memanggilnya.
“ Nuguya?”
Tanya seseorang. Ki Bum menoleh dan mendapati seorang wanita berpakaian dokter
berdiri di belakangnya.
“’Ki Bum,
teman Soo Yun. Aku diberitahu oleh Doo Joon hyung kalau dia di rawat disini.”
Jawab Ki Bum.
“Oh,
begitu. Saya Neulrin. Saya dokter yang bertanggungjawab atas Soo Yun. Silahkan
kalau kau ingin menjenguknya. Tapi jangan sampai dia terbangun, dia masih harus
istirahat.” Ucap Neulrin dan beranjak meninggalkan Ki Bum.
“Chankamman,
Neulrin noona.” Cegah Ki Bum. Neulrin berhenti dan membalikkan tubuhnya.
“Sebenarnya,
sebenarnya Soo Yun sakit apa? Penyakit apa yang diderita Soo Yun? Tanya Ki Bum.
Neulrin memandang Ki Bum sejenak dan menghela napasnya.
**********************************************
Perlahan
Soo Yun membuka matanya. Putih. Pasti dirumah sakit pikirnya. Dia memandangi
sekelilingnya dan terkejut saat mendapati Ki Bum duduk disampingnya.
“Annyeong..”
ucap Ki Bum kaku. Soo Yun berusaha untuk bangun dan menegakkan tubuhnya yang
langsung dibantu oleh Ki Bum.
“Mengapa
kau ada disini, Ki Bum-ssi?” Tanya Soo Yun.
“
Tentu saja menjenguk orang sakit. Kau pikir rumah sakit isinya apa?” ucap Ki
Bum sekenanya.
“Kau
mengetahui penyakitku?” Tanya Soo Yun lemah.
“Tidak
tahu pasti. Yang aku tahu kau sakit maag . Kau ini bagaimana, kau pasti tidak
menjaga pola makanmu sampai maag mu bisa kambuh.” Ucap Ki Bum cerewet. Soo Yun
tertawa melihat ekspresi Ki Bum yang sok mengkhawatirkannya.
“Hey,
kenapa kau tertawa, apa ada sesuatu yang lucu?” Tanya Ki Bum
“Anni.
Hanya sedikit aneh melihat ekspresi wajahmu tadi.” Ucap Soo Yun sambil tertawa.
Ki Bum juga ikut tertawa melihat Soo Yun yang tertawa lepas.
“Chankamman.
Kenapa dengan pakaian dan rambutmu?” Tanya Soo Yun setelah sadar bahwa pakaian
Ki Bum agak sedikit aneh. Dia menjulurkan tangannya dan memegang pakaian Ki Bum.
“Mwo?
Basah? Kenapa kau memakai baju basah?Apa baju dirumahmu semuanya sedang dicuci
jadi kau memakai baju basah?” Tanya Soo Yun.
“Anni.
Tadi kehujanan.” Jawab Ki Bum singkat.
“Mwo?
Kehujanan? Kenapa kau tidak ganti baju? Aigooo.. kau ini benar-benar bodoh.”
Ucap Soo Yun. Soo Yun mengambil handphone diatas meja dan segera meletakkannya
ketelinganya. Ki Bum tersenyum kecil melihat Soo Yun yang sepertinya
mengkhawatirkannya.
“Tunggulah..Sebentar
lagi perawat akan membawakan pakaian
untukmu. Aigoooo.. aku tidak habis pikir bagaimana bisa ada orang yang
menerobos hujan, basah kuyup dan berada di ruangan ber-AC seperti kau. Kau mau
membuat orang sakit merawat orang sakit ya. Ckckkc. Pabo.” Gerutu Soo Yun.
Tak
lama kemudian, perawat memasuki kamar dan memberikan pakaian pasien dan juga
kopi kepada Ki Bum.
“Soo
Yun, kau mau memakaikan pakaian ini ketubuhku?” Tanya Ki Bum. Soo Yun mendelik
kearah Ki Bum dengan tatapan “Pakai saja sendiri.”. Ki Bum tertawa lalu berjalan
kea rah kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Ki Bum kembali duduk di samping
ranjang Soo Yun.
“Cepat
minum kopinya.” Perintah Soo Yun. Ki Bum menurut dan mulai menyeruput kopinya. Ki
Bum teringat sesuatu lalu membuka tasnya. Dia menyodorkan toples berisi crane
kepada Soo Yun. Mata Soo Yun membulat melihat crane yang menumpuk di dalam
toples ditangannya.
“Apa
ini? Kenapa kau memberi ini padaku?” Tanya Soo Yun
“Tentu
saja crane. Kau tidak bisa lihat, hah? Ckckckck,, tak kusangka maag yang kau
derita ternyata mempengaruhi kesehatan matamu. Malang sekali nasibmu, nak.
Kckckkc.” Oceh Ki Bum.
“Aigoo,
kau ini.” ucap Soo Yun sambil memukul tangan Ki Bum.
“Hahahahaha.
Kau seharusnya melihat ekspresimu sekarang Soo Yun.” Ucap Ki Bum. Soo Yun
menggembungkan pipinya dan meniup poninya.
“Mianhae,
Soo Yun.” Ucap Ki Bum tiba-tiba. Soo Yun menoleh kearah Ki Bum dengan tatapan
tidak mengerti. Ki Bum terdiam dan hanya memasang senyuman yang benar-benar
tidak dimengerti oleh Soo Yun.
******************************
“Ya!
Soo Yun kenapa kau tidak masuk kemarin?” Tanya Seohyun.
“Ada
urusan mendadak.” Bisik Soo Yun. Seohyun mengangguk.
“Hey!
Soo Yun. Kenapa kau sekolah kau harusnya di rumah sa…” ucapannya terhenti
karena tangan Soo Yun memblokir mulutnya. Soo Yun menyengir kea rah Seohyun
yang sepertinya mencurigai mereka. Soo Yun segera menyeret Ki Bum keluar
menjauhi kelas mereka. Setelah cukup jauh dari kelas mereka, Soo Yun menjauhkan
tangannya dari mulut Ki Bum.
“Kau
mau mati hah? Jangan sekali-kali mengungkit tentang hal kemarin di depan
Seohyun, dia bisa over protective padaku dan kau tahu aku tidak mau hal itu
terjadi. Arasso.” Ucap Soo Yun.
“Ara..
ara. Tapi kau harus pulang denganku pulang sekolah nanti.” Ucap Ki Bum.
“Mwo?
Wae???” Tanya Soo Yun
“Ya,
pokonya mulai sekarang kau harus berangkat dan pulang sekolah denganku. No
objection. Ara????” ucap Ki Bum sambil berlalu.
“Ya!
Kenapa kau jadi yang mengaturku hah?” Teriak Soo Yun. Ki Bum berbalik dan
menjulurkan lidahnya lalu kembali berjalan menuju kelas.
******************************
“Aaaaa…
Ki Bum!! Pelan-pelan. Awas saja kalau aku jatuh ya. Kau rasakan akibatnya
nanti.” Teriak Soo Yun sambil memukul-mukul punggung Ki Bum karena mengendarai
motor dengan kecepatan tinggi. Siang ini sesuai janjinya tadi, dia pulang
sekolah bersama Ki Bum.
“Hey,
kau bisa diam dan berhenti memukulku? Atau kau mau benar-benar jatuh dari motor
ini?” balas Ki Bum.
“Annio.
Cepat kurangi kecepatannya. Jebal.” Pinta Soo Yun.
“Arra.”
Ucap Ki Bum sambil tertawa lalu mengurangi kecepatan motornya hingga ke
kecepatan paling rendah. Soo Yun bernapas lega namun justru merasa aneh.
“Ya!
Kenapa lambat sekali?Apa tidak bisa lebih cepat sedikit?” ucap Soo Yun sambil
mengetukkan jarinya di pundak Ki Bum.
“Aigoo..
Kau ini cerewet sekali. Bisa diam tidak? Tadi kau sendiri yang minta dikurangi
kecepatannya.” Gerutu Ki Bum.
“Tapi
tidak selambat siput seperti ini. Pabo.” Balas Soo Yun sambil memukul kepala Ki
Bum.
“Gurae.
Kau mau lebih cepat kan. Siap-siap ya.” Ucap Ki Bum.
“Ya
ya ya, Ki Bum. Kau jangan main-main.” Ucap Soo Yun. Soo Yun menelan ludah
karena merasa sesuatu akan terjadi dan benar saja, tiba-tiba Ki Bum menarik gas
dan kecepatan yang semula seperti siput kini seperti perampok yang
dikejar-kejar polisi.
“YAAAAA…
KI BUM!!!” teriak Soo Yun panik dan tanpa sadar langsung memeluk pinggang Ki
Bum dengan mata terpejam. Ki Bum melirik tangan yang melingkar di pinggangnya
dan tersenyum puas.
***************
“Oppaaaa…oppaaaa..
sakiit.” Rintih Soo Yun sambil memegang perut bagian kanan bawahnya. Soo Yun
berbaring dengan tangan yang mencengkram kuat ujung ranjangnya. Dia menggigit
ujung bibirnya dan keringat pun mulai bermunculan di wajahnya. Tangannya
menggapai-gapai laci meja disamping ranjangnya namun tangannya menyenggol lampu
meja sehingga terjatuh dan pecah. Seketika ruang kamar Soo Yun menjadi gelap gulita.
Soo Yun berteriak memanggil-manggil oppanya.
Terdengar
suara pintu yang terbuka dengan kasar. Doo Joon muncul dan terkejut dengan
kondisi adiknya yang kini menangis dan merintih di ranjangnya.
“Soo
Yun-ah” seru Doo Joon.Dia menyalakan sakelar lampu kamar dan langsung meraih
tubuh Soo Yun. Tangannya menggapai laci
meja dengan panik dan mengambil botol obat didalamnya.
“Bertahanlah
Soo Yun. Minum obat ini dulu untuk mengurangi rasa sakitnya.” Ucap Doo Joon
lalu memasukkan obat tersebut ke mulut Soo Yun. Doo Joon mengusap wajah Soo Yun
yang sudah pucat dan berkeringat lalu membopongnya dan membawanya ke rumah
sakit.
*************************
“Untuk
sementara keadaannya sudah stabil. Tapi masih berkemungkinan besar untuk kambuh
lagi.” Ucap Neulrin kepada Doo Joon yang duduk disampingnya. Neulrin menjadi
dokter Soo Yun setelah kepulanganya dari Amerika.
“Apa
tidak ada cara lain agar penyakitnya sembuh, Neulrin-ah?” Tanya Doo Joon dengan
raut wajah yang berusaha tegar namun Neulrin bisa melihat sorot mata khawatir
diwajah Doo Joon.
“Kanker
hati yang dialami Soo Yun sudah stadium akhir Doo Joon-ah. Kalau pun dilakukan
pencangkokan hati, kemungkinannya sangat kecil melihat kondisi Soo Yun yang
sesungguhnya lebih lemah dari kebanyakan orang yang menderita penyakit yang
sama. Hal yang bisa kulakukan sekarang hanyalah mengurangi rasa sakit yang
dirasakannya apabila penyakitnya kambuh. Mianhae. Jeongmal mianhae, Doo
Joon-ah.” Ucap Neulrin lirih sambil menggenggam tangan Doo Joon.M elihat wajah
Neulrin yang berubah sedih dan menyiratkan penyesalan, Doo Joon meraih tubuh
Neulrin dan memeluknya.
“Gwenchana,
Neulrin-ah. Gwenchana. Kau sudah berusaha untuk menyembuhkan adikku. Kau tidak
perlu merasa bersalah.” Hibur Doo Joon sambil mengusap lembut kepala Neulrin.
“Tapi,aku
seorang dokter, Doo Joon-ah. Aku seperti merasa tidak berguna.” Ucap Neulrin
lagi.
“Annio.
Aku lah yang tidak berguna. Sebagai kakak, aku tidak bisa menggantikannya untuk
merasakan rasa sakitnya. Sebagai kakak aku hanya bisa menyaksikannya melawan
penyakitnya sendirian tanpa bisa berusaha apa-apa. Aku lah yang tidak berguna,
Neulrin-ah. Kalau saja aku bisa, aku akan menggantikannya untuk merasakan
sakitnya. Kalau aku bisa aku pasti akan melakukannya Neulrin-ah. Anni.
Seharusnya dulu aku bertemu lebih cepat dengannya dan lebih cepat menyadari
penyakitnya. Semua ini karena kekuranganku Neulrin-ah.” Ucap Doo Joon lirih. Neulrin
melepaskan pelukan Doo Joon dan perlahan meraih wajah Doo Joon dengan kedua
tangannya.
“Anni.
Kau tidak boleh berpikiran seperti itu. Ini sudah menjadi takdir bagi Soo Yun.
Yang bisa kita lakukan sekarang adalah berdoa dan bersikap tegar didepan Soo
Yun. Kita harus selalu membuat Soo Yun bahagia dan melupakan penyakitnya.
Jangan sampai kesedihan kita mengganggu kondisi tubuhnya dan justru memperburuk
keadaannya.” Ucap Neulrin yang dibalas dengan anggukan kepala Doo Joon. Tanpa mereka sadari, Soo Yun yang berdiri
didepan pintu ruangan itu mendengar semua pembicaraan mereka. Soo Yun menutup
mulut dengan tangannya untuk mencegah suara isakannya terdengar.
“Doo
Joon oppa.. Neulrin onnie..mianhae..” lirih Soo Yun.
*******************
*********
“Hey, Soo
Yun, kau tidak boleh makan makanan itu. Kau yang ini saja.” Ucap Ki Bum saat
melihat Soo Yun yang hendak memakan jajanan pinggir jalan yang dibeli oleh
Seohyun. Dengan cepat Ki Bum menggantikan makanan ditangan Soo Yun dengan
sekotak bento.
“Eh, sejak
kapan kau bawa bento? Aigooo.. Kami yang perempuan saja tidak bawa.” Ucap
Seohyun.
“Ah. Kau
mau tau saja Seohyun. Lagipula kalian ini aneh, saat melakukan perjalanan
seperti sekarang seharusnya membawa bekal dari rumah. Kalian ini benar-benar
gadis aneh.” Ucap Ki Bum sok tahu.
“Cih, sejak
kapan seorang Ki Bum yang sok cuek dikelas sekrang justru perhatian dengan hal
sepele seperti ini. Aku pikir yang aneh itu kau, Ki Bum-ssi.” cibir Seohyun.
“Ah,
sudah-sudah. Cuma hal kecil seperti ini saja diributkan. Adilnya kalian berdua
yang aneh.” Potong Soo Yun lalu membuka bento ditangannya. Sementara itu Ki Bum
dan Seohyun masih sibuk mencibir dan menjulurkan lidah masing-masing.
“Waaa… Ki
Bum, kau sendiri yang membuat ini semua?” teriak Soo Yun tiba-tiba yang sukses
menghentikan kegiatan tidak penting yang dilakukan Ki Bum dan Seohyun sedari
tadi.
“Iya,
sedikit dibantu bibi yang tinggal di sebelah apartemenku, hhe.” Jawab Ki Bum.
“Oh,
Jinjja? Sepertinya enak. Aku mau coba.” Ucap Seohyun yang menjulurkan tangan
kearah bento tersebut namun ditepis oleh tangan Ki Bum.
“Itu untuk
Soo Yun, bukan untuk kau. Kau makan yang ini saja.” Ucap Ki Bum sambil
mnyerahkan makanan yang diambilnya dari Soo Yun tadi.
“Huh. Kau
ini sangat pilih kasih, Ki Bum-ssi.” cibir Seohyun sambil menggigit makanan ditangannya
dengan kasar.
“Hahaha.
Aku makan ya.” Ucap Soo Yun lalu mulai memakan makanan dihadapannya. Ki Bum
tersenyum dan terus memandangi Soo Yun yang lahap memakan makanan pemberiannya.
Seohyun memandang mereka bergantian, menyipitkan matanya, mengangguk-anggukan
kepalanya dan akhirnya otaknya sudah menyimpulkan suatu kesimpulan.
“Aku
mencium sesuatu diantara kalian.” Ucap Seohyun tiba-tiba. Ki Bum dan Soo Yun
sama-sama menoleh ke Seohyun.
“ Ne?Mencium
apa? Apa ada sesuatu yang merasuki hidungmu?” Tanya Ki Bum polos sambil
memeriksa tubuhnya apakah ada sesuatu yang aneh.
“Pabo! Aku
mencium sesuatu diantara kau dan Soo Yun, bukan sesuatu ditubuhmu.” Ucap
Seohyun sambil memukul kepala Ki Bum.
“Yak!
Kenapa kau memukulku? Memangnya kau mencium apa, hah?” Tanya Ki Bum sambil
menggosok kepalanya yg dipukul Seohyun.
“Hmmm… Aku
rasa kalian ada perasaan yang lebih satu sama lain.” Ucap Seohyun dengan gaya
detektif.
“Mwo?
Maksudmu, kami saling menyukai, begitu?” Tanya Soo Yun memastikan. Seohyun
mengangguk-anggukan kepalanya.
“Pabo!
Jangan berpikiran macam-macam. Bagaimana bisa aku menyukai gadis aneh seperti
dia.” Ucap Ki Bum sambil memukul kepala Seohyun.
“Cih, siapa
juga yang mau menyukai laki-laki bodoh, cuek dan suka merokok sepertimu?” balas
Soo Yun sambil menjulurkan lidahnya. Sementara Ki Bum dan Soo Yun saling
cibir-mencibir. Seohyun mengambil perlahan-lahan bento yang diletakkan Soo Yun
disampingnya. Dengan kekehan pelan dia berdiri dan berjalan pelan-pelan
menghindari mereka.
“Selamat
bertengkar ya Soo Yun, Ki Bum.” Ucap Seohyun sambil mengangkat bento
ditangannya dan tersenyum penuh kemenangan.
“Hyaaa!!!
Seohyun!! Itu untuk Soo Yun, bukan untukmu. Cepat kembalikan.” Teriak Ki Bum.
Seohyun menjulurkan lidahnya dan berlari karena Ki Bum menghampirinya. Akhirnya
mereka pun saling kejar-mengejar sambil sesekali mencibir satu sama lain. Dari
kejauhan, Soo Yun hanya tertawa kecil melihat tingkah dua temannya itu yang
masih seperti anak kecil.
Tuhan, kuatkan aku. Tolong, beri aku
kesempatan dan waktu sedikit lagi. Aku masih ingin melihat mereka seperti ini.
******************************
“Ya, baiklah anak-anak. Acara
perpisahan kita sudah akan berakhir. Mari kita berfoto bersama sebagai
kenang-kenangan.” Ucap songsaenim mengatur murid-murid yang tampak senang
dibalik rasa lelah karena seharian menghabiskan waktu bersama dalam rangka
perpisahan kelas mereka.
Dengan
gesit murid-murid mulai membentuk formasi foto mereka.
“Ya, kau
disini.” Ucap Ki Bum menarik Soo Yun agar berdiri disampingnya.
“Anio,aku
mau disamping Seohyun.” Ucap Soo Yun menolak.
“Andwe. Kau
tetap disini.” Paksa Ki Bum dan mempererat genggaman tangannya.
Soo Yun masih tetap mencoba untuk melepas tangan Ki Bum
namun sia-sia dan disaat songsaenim menginstruksikan untuk mengatakan “kimchi”,
Ki Bum menarik tubuh Soo Yun lebih dekat. Tangannya merangkul bahu Soo Yun.
“Ayo,
Kimchiiii.” Ucap Ki Bum sambil melihat kearah kamera. Dengan pasrah Soo Yun
tersenyum kecil dan melihat kearah kamera.
“Kimchii.”
Ucapnya dan tanpa sadar kepalanya menyender di bahu Ki Bum.
*******************************
“Hahaha.
Aku masih merasa geli saat kau menolak membantu songsaenim mengangkat Seo Woo
yang muntah di bis. Tak kusangka kau takut dengan hal seperti itu. Hahahha.”
Ucap Soo Yun. Ki Bum mengerucutkan bibirnya melihat Soo Yun yang tertawa
bahagia karena mengingat kejadian
memalukan saat perjalanan pulang tadi.
“Kau bisa
berhenti tertawa tidak? Atau kau tidak akan selamat sampai rumahmu.” Ancam Ki
Bum.
“Mwo? Kau
mengancamku? Rumahku saja tinggal beberapa langkah lagi. Pabo.” Cibir Soo Yun
dan memukul kepala Ki Bum.
“Oh, iya
ya.” Ucap Ki Bum sambil menggosok kepalanya dan segera menyusul Soo Yun yang
sekarang berjalan didepannya. Mereka berjalan dalam diam dan hanyut dalam
pikiran mereka masing-masing
“Hey, ada
yang mau kuberikan.” Ucap Ki Bum saat mereka sudah sampai didepan rumah Soo
Yun. Soo Yun melirik kearah tas yang sekarang mulai diobrak-abrik oleh tangan
Ki Bum. Tak perlu waktu lama bagi Ki Bum untuk mengeluarkan toples ukuran sedang yang berisi crane warna-warni.
Seketika mata Soo Yun membulat dan bibirnya melengkungkan senyuman manisnya.
“Waa. Ini
untukku? Kapan kau membuat semua ini?” Tanya Soo Yun takjub.
“Kalau
bukan untukmu, untuk siapa lagi? Disini hanya ada kita berdua. Dasar gadis
aneh. Aku membuatnya saat ada waktu senggang disela-sela belajar untuk ujian
kemarin. Kau jangan berpikiran macam-macam ya. Aku membuatnya karena melihat
crane buatanmu itu sangat jelek. Ckckckkck. Setelah kuingat-ingat memang benar-benar
sangat jelek.” Ucap Ki Bum sambil menyilangkan tangan didadanya.
Pletaakk. Tangan
Soo Yun sukses mendarat di kepala Ki Bum dan pandangannya kini pun mulai
mengerikan.
“Yak!
Kenapa memukulku terus sih? Aigoo.” Ucap Ki Bum sambil memegang bagian kepala
yang dipukul Soo Yun.
“Makanya
kau jangan bicara sembarangan. Enak saja kau bilang crane buatanku jelek. Masih
beruntung kau hanya kena pukulanku kau belum merasakan serangan lainnya.” Ucap
Soo Yun.
“Memang
crane buatanmu jelek kok. Apa itu, sayapnya pendek sebelah, ekornya
kepanjangan. Pembagian bagian matanya tidak sama. Masih lebih bagus crane buatanku.” Ucap Ki Bum
memuji dirinya.
“Aish,
sudah-sudah. Lebih baik kau pulang. Pulang sana.” Ucap Soo Yun mengusir Ki Bum.
“Ya, enak
saja kau main usir saja. Setidaknya bilang terima kasih dulu karena aku
bersedia mengantarmu sampai rumah ditambah crane yang aku beri tadi.” Ucap Ki
Bum mengulur waktu.
“Siapa yang
meminta kau mengantarku dan memberiku crane? Aku tidak pernah meminta kau untuk
melakukannya. Sudah-sudah. Sekarang kau pulaaang. Sudah malam tahu.” Paksa Soo
Yun sambil mendorong paksa Ki Bum.
“Ara. Ara.
Aku pulang. Lebih baik kau lepaskan tanganmu dan berhenti mendorongku seperti
ini.” ucap Ki Bum. Soo Yun pun melepaskan tangannya dan tersenyum penuh
kemenangan.
“Baiklah,
aku pulang. Jaga dirimu baik-baik. Simpan juga crane itu…Annyeong.” Ucap Ki Bum
lalu membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan. Soo Yun juga membalikkan tubuhnya
hendak membuka pintu pagar. Namun, saat melihat toples berisi crane
ditangannya, dia kembali membalikkan tubuhnya dan memandangi punggung Ki Bum
yang mulai menjauh.
“KIBUM-AH!!”
teriak Soo Yun. Ki Bum pun menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya.
Dia menatap Soo Yun dengan tatapan tanda tanya.
“JEONGMAL
GOMAWOYO. HATI-HATI DIJALAN. ANNYEONG!!!”teriak Soo Yun sambil melambaikan
tangannya yang memegang toples berisi crane. Ki Bum yang melihat Soo Yun
membalas dengan melambaikan tangannya dan tersenyum lalu kembali membalikkan
tubuhnya, meneruskan langkahnya yang terhenti tadi. Perlahan tangan Soo Yun
turun dan memegang kuat toples ditangannya. Pandangannya masih tertuju pada
punggung Ki Bum yang kini sudah hampir menjadi titik hitam.
Ottokhajyo? Apa yang harus aku
lakukan? Tuhan, aku mencintai laki-laki itu.
Melihatnya tersenyum padaku tanpa
tahu keadaanku yang sebenarnya benar-benar membuatku tersiksa. Bagaimana kalau
dia mengetahui keadaanku yag sebenarnya? Apa yang harus aku lakukan? Apa aku
bisa melihat senyumnya lagi?Tuhan, apa yang harus aku lakukan?
***************************
Ting tong
ting tong
Bel rumah
Soo Yun berbunyi. Soo Yun yang sedang
berkutat di dapur kini berlari-lari kecil kearah pintu.
“Onnie!!!”
teriak Soo Yun dan langsung menghambur kearah Neulrin dihadapannya. Neulrin
tersenyum dan membalas memeluk adik kekasihnya itu.
“Onnie,
tumben sekali datang kerumah. Apa dirumah sakit sedang tidak ada
pekerjaan?”Tanya Soo Yun setelah melepaskan pelukan mereka.
“Onnie
sengaja mengambil cuti hari ini untuk bertemu denganmu, Soo Yun sayang.” Ucap
Neulrin sambil mengusap pelan rambut Soo Yun.
“Oh, aku
pikir onnie dan oppa mau kencan. Hehehehe.” Ucap Soo Yun sambil tertawa kecil.
“Hey, hey,
Soo Yun. Kenapa tidak menyuruh Neulrin masuk dan justru ngobrol diluar?” teriak
Doo Joon dari dalam rumah.
“Arasso,
oppa!! Onnie, ayo masuk. Nanti Doo Joon oppa mengamuk padaku. Hehehe.” Ajak Soo
Yun. Neulrin mengangguk dan mengikuti Soo Yun.
“Annyeong,
Neulrin. Pagi-pagi sekali kau datang. Kenapa tidak menelponku dulu?” ucap Doo
Joon saat Neulrin duduk disampingnya. Doo Joon sedang bermain games sementara
itu Soo Yun kembali ke dapur untuk mengecek masakannya.
“Aku mau
memberi kejutan untuk Soo Yun.” Ucap Neulrin dengan senyum terkembang.
“Mwo?
Kejutan untuk Soo Yun? Mana kejutan untukku?” Tanya Doo Joon dengan nada manja.
Soo Yun yang dapat mendengarnya dari dapur serasa mau muntah. Oppa nya ini
memang benar-benar berubah 1800 kalau sudah bersama Neulrin onnie.
“Hahahaha.
Kejutan untukmu tidak ada, chagiya.” Jawab Neulrin sambil memukul pelan pipi
Doo Joon. Doo Joon mengerucutkan bibirnya dan kembali fokus ke game yang sedang
dia mainkan sekarang.
“Aigoo..
Apa kau marah, chagiya?” Tanya Neulrin sambil memukul-mukul pundak Doo Joon.
Doo Joon masih diam dan tetap fokus ke permainannya. Soo Yun mengintip sekilas
dan tertawa kecil melihat tingkah kakaknya yang sangat kekanak-kanakan. Umurnya
saja yang sudah 22 tahun tapi sikapnya seperti umur 2 tahun. Soo Yun hanya bisa
menghela napas dan mengelus dada dan keterkejutannya ditambah karena kini saat
dia membawa minuman untuk Neulrin , dia melihat
Neulrin mencium pipi oppanya. Soo Yun menggelengkan kepalanya dan
matanya kembali membulat saat Doo Joon menunjuk bibirnya. Aigooooo.
“YAK!!
OPPA!! KALAU KAU MELAKUKAN ITU, AKU JAMIN KAU TIDAK BISA KELUAR RUMAH SELAMA
SEMINGGU!!!!” teriak Soo Yun yang langsung duduk diantara Doo Joon dan Neulrin.
“Hey, apa
hak mu melarang oppa mu ?” ucap Doo Joon sambil mencubit pipi Soo Yun. Soo Yun
hanya menjulurkan lidahnya sedangkan Neulrin hanya tersenyum kecil.
“Pokoknya
kalian aku izinkan berbuat macam-macam dirumah ini kalau kalian sudah menikah.
Oh, ya. Benar. Kalian cepat-cepat menikah saja. Itu lebih baik.” Ucap Soo Yun
sambil menyilangkan tangannya didadanya.
“Sebenarnya
oppamu sudah melamar onnie. Tapi kami merahasiakannya sampai kau lulus. Onnie
datang sekarang untuk memberitahumu karena kau sudah lulus.” Ucap Neulrin
malu-malu. Mulut Soo Yun menganga dan memandang Doo Joon dan Neulrin
bergantian.
“Jeongmal?
Jeongmal? Jeongmal?” Tanya Soo Yun memastikan. Neulrin dan Doo Joon
mengangguk-anggukan kepalanya. Seketika Soo Yun berjingkrak-jingkrak dan
mencium pipi Doo Joon dan Neulrin.
“Omo!! Aku
terkejut. Ya, sangat terkejut.” Ucap Soo Yun sambil memegang dagunya.
“Hyaaaa!!!!!”
teriaknya kemudian. Kini Doo Joon yang gantian menggelengkan kepalanya.
“Hey,
diamlah. Kau ini terlalu berlebihan.” Ucap Doo Joon sambil menarik Soo Yun
untuk duduk kembali. Soo Yun terkekeh pelan.
“Jadi,
kapan kalian menikah? Omo… Aku tidak sabar. Tak kusangka sebentar lagi aku akan
punya keponakan. Aku akan dipanggil Bibi. Omo.. pasti anak oppa cantik seperti
aku.” Oceh Soo Yun antusias.
“Ya!! Anak
siapa tapi mirip siapa? Ckckckkckck.Menikah saja belum,kau sudah berpikiran
seperti itu.”ucap Doo Joon sambil memukul kepala adiknya.
“Appo..
Yah, mungkin karena aku terlalu antusias saja oppa. Kekekke. Jadi, kapan kalian
menikah? Aku takut aku tidak bisa hadir. Kalian tahu kan?” ucap Soo Yun masih
dengan raut wajah bahagia karena memikirkan bahwa sebentar lagi dia akan punya
keponakan. Sementara itu Doo Joon dan Neulrin memandang Soo Yun dengan perasaan
yang bertolak belakang dengan perasaan Soo Yun saat ini.
“Ya! Kenapa
kalian malah diam? Kapan kalian menikah?” Tanya Soo Yun lagi.
“Secepatnya.
Mungkin bulan depan. Oppamu kan harus dinas keluar kota dulu.” Ucap Neulrin
dengan senyum dipaksakan.
“Hwaaa…
Oppa, jangan lama-lama ya dinas luar kotanya.” Rajuk Soo Yun sambil menggelayut
manja ditangan Doo Joon.
“Ne, Ara.”
Balas Doo Joon.
“Oh, ya.
Soo Yun, onnie punya hadiah untukmu. Ini kejutan lain yang mau onnie berikan
padamu.” Ucap Neulrin sambil memberikan kotak hadiah berwarna pink kepada Soo
Yun. Dengan mata berbinar-binar Soo Yun membuka kotak tersebut dan menutup
mulutnya dengan tangannya saat melihat bahwa isinya merupakan mantel berwarna
merah yang dulu sempat dia minta untuk dibelikan kalau Neulrin sudah kembali
dari Amerika.
“OMONA!!
Yeoppuda. Onnie-ya. Gomawo. Jeongmal Gomawo.” Ucap Soo Yun sambil memeluk
Neulrin.
“Cheonmaneyo,
Soo Yun-ah.” Ucap Neulrin dan membalas pelukan Soo Yun.
“Sudah,
sudah. Kalian ini terlalu berlebihan.” Ucap Doo Joon sambil kembali memainkan
game nya. Soo Yun dan Neulrin melepaskan pelukan mereka dan tertawa kecil.
“Soo Yun,
kau harus memakainya saat kau kencan nanti ya.” Goda Neulrin.
“Onnie, aku
belum punya pacar tahu. Bagaimana aku bisa kencan? Hahha.” Jawab Soo Yun sambil
mengamati mantel ditangannya.
“Bohong.
Lalu siapa lelaki yang kutemui beberapa waktu lalu yang menunggumu seharian
dirumah sakit kalau bukan pacarmu?” Tanya Neulrin
“Hahahaha.
Dia hanya temanku, onnie.”jawab Soo Yun.
“Jinnja?
Lalu yang mengantarmu pulang dari acara perpisahan siapa? Kalau hanya teman
tidak mungkin mau mengantar sampai selarut itu.” timpal Doo Joon.
“Haish.
Kalian ini cerewet. Berhenti menggodaku.” Ucap Soo Yun sambil mengerucutkan
bibirnya dan menyilangkan tangan didada.
“Hahaha.
Mukamu memerah. Mengaku saja, Soo Yun-ah.” Ucap Doo Joon.
“Hah.
Geumanhe. Aku mau kedapur saja mengambil buah.” Ucap Soo Yun lalu berdiri dan
berjalan ke dapur dengan kotak hadiah ditangannya. Dia letakkan kado tersebut
diatas meja makan dan beralih ke lemari es untuk mengambil beberapa apel dan
anggur. Saat mengupas apel, dia melirik kearah kado yang tergeletak di atas
meja makan.
Kencan? Dengan Ki Bum?Memikirkan untuk
kencan saja aku tidak pernah apalagi kencan dengan Ki Bum? Haha.
Soo Yun mengintip Neulrin dan
Doo Joon yang kini sedang bermain games. Ada perasaan bahagia namun juga
menyesakkan melihat mereka berdua kelihatan bahagia.
Oppa, onnie.. satu bulan bukan waktu yang
lama kan? Aku masih punya waktu kan untuk satu bulan lagi? Aku masih bisa
melihat pernikahan kalian kan?Tuhan, jebal. Aku mohon,satu bulan lagi.
********************
“Ya! Kau
darimana saja? Aku sudah menunggumu satu jam.” Keluh Ki Bum saat Soo Yun
menampakkan dirinya di tempat mereka berjanji untuk bertemu.
“Siapa yang
menyuruhmu menungguku? Aku sudah bilang aku harus mengantar oppa ku ke
bandara.” Jawab Soo Yun santai.
“Huh. Kau
keterlaluan sekali. Bukannya minta maaf karena membuatku menunggu lama.” Balas
Ki Bum.
“Shireo.”balas
Soo Yun sambil menjulurkan lidahnya dan duduk dibangku didekatnya. Ki Bum mengikuti
Soo Yun dan duduk disampingnya.
“Jadi, kita
mau kemana?”Tanya Soo Yun.
“Terserah
kau saja.” Jawab Ki Bum sambil menyenderkan kepalanya dibatang pohon yang
terdapat dibelakang bangku yang mereka duduki.
“Kau yang
mengajakku keluar, tapi memintaku yang menentukan akan pergi kemana. Ckckckkck.
Kau ini merepotkan.” Ucap Soo Yun sambil merapatkan mantelnya.
“Kau itu
yang merepotkan. Jawab saja, beres kan?” timpal Ki Bum.
“Gurae. Aku
jawab. Kita ke taman bermain saja, makan permen kapas, es krim, fotobox ,
nonton bioskop, dan terakhir kita ke namsan tower.Bagaimana?” ucap Soo Yun.
“Hmmm..
terdengar seperti kencan.” Jawab Ki Bum sambil mengetukkan jari ke dagunya.
Pletakk..
Soo Yun memukul kepala Ki Bum
“Kalau kau
berpikiran macam-macam, lebih baik aku pulang sekarang.” Ucap Soo Yun sambil
berdiri dan mulai melangkah namun tangan Ki Bum bergerak lebih cepat dan meraih
tangan Soo Yun sehingga langkahnya terhenti.
“Kajima.
Arasso. Aku tidak akan berpikir macam-macam. Jadi kita bisa pergi sekarang?”Tanya
Ki Bum. Soo Yun membalikkan tubuhnya dan mengangguk.
***************************
“Kyaaa..
Namsan Tower!!!” teriak Soo Yun saat sudah berada di puncak namsan tower. Ki
Bum yang mengikutinya dari belakang hanya tersenyum melihat Soo Yun yang berjalan
mengitari puncak namsan tower itu.
“Ki Bum,
ayo kita menulis harapan kita dikertas
seperti orang-orang itu.” ucap Soo Yun sambil menunjuk orang-orang
disekelilingnya yang menuliskan sesuatu dikertas pink berbentuk hati dan
menguncinya dipagar yang mengelilingi puncak namsan tower itu.
Mereka pun
mengambil tempat duduk dan mulai menulis permohonan mereka. Sesekali mereka
saling melirik dan saling menutupi kertas masing-masing.
“Selesai.”
Ucap Soo Yun dan Ki Bum bersamaan saat mereka telah selesai menggantung gembok
permohonan mereka.
“Apa
permohonanmu Soo Yun?” Tanya Ki Bum tiba-tiba. Soo Yun memutar tubuhnya lalu
menyender dipagar tower tersebut.
“Semoga
oppaku bahagia dengan Neulrin onnie dan semoga kau tidak merokok lagi.” Jawab
Soo Yun.
“Permohonan
macam apa itu? Kau seharusnya memohon untuk hubungan kita. Kau tahu kan kalau
gembok permohonan itu dibuat untuk pasangan? Bagaimana kau bisa membuat
permohonan seperti tadi?” ucap Ki Bum.
“Justru
itu. Kita kan bukan pasangan kekasih. Buat apa aku meminta permohonan untuk
hubungan kita. Karena Neulrin onnie dan Doo Joon oppa sepasang kekasih, jadi
aku menulis permohonan itu.” balas Soo Yun dan mulai beranjak dari tempat itu.
“Bagaimana
kalau aku ingin kita menjadi pasangan kekasih?” ucap Ki Bum sambil meraih
tangan Soo Yun sehingga langkahnya terhenti.
“Tidak
bisa. Aku tidak bisa.” Jawab Soo Yun dan berusaha melangkah lagi. Namun,
tubuhnya justru berbalik dan matanya bertatapan dengan Ki Bum. Tangan Ki Bum
masih mencengkram erat tangan Soo Yun.
“Waeyo?
Kenapa tidak bisa, Soo Yun-ah?” Tanya Ki Bum dan menatap tajam mata Soo Yun.
“Aku tidak
bisa, Ki Bum-ah. Jangan mencintaiku, jebal. Kau hanya akan terluka.” Jawab Soo
Yun balas menatap Ki Bum.
“Apa karena
keadaanmu sekarang aku tidak boleh mencintaimu? Apa karena kau menderita kanker
hati, aku tidak boleh mengisi hatimu? Apa begitu, Soo Yun-ah?” Tanya Ki Bum
bertubi-tubi. Soo Yun diam dan kepalanya tertunduk. Ki Bum mengguncang pelan
tubuh Soo Yun dan memaksanya berbicara.
“Ne. Aku
tidak mau kau mencintaiku karena aku sakit. Aku tidak mau kau terluka karena
mencintaiku. Kau pasti lebih terluka daripada aku. Kau tahu, usiaku tidak lama
lagi. Kau berhak mendapatkan wanita yang lebih sehat daripada aku. Kau berhak
bahagia, Ki Bum-ah.” Ucap Soo Yun lirih.
“Tapi,
bagaimana kalau hanya kau yang kucintai? Bagaimana kalau hanya kau yang ada
dipikiranku? Kau tahu, kalau aku bisa, aku ingin sekali tidak pernah bertemu
denganmu dan merasakan perasaan ini. Berulang kali aku mencoba untuk
menghilangkan perasaan ini. Tapi, apa yang terjadi? Aku tidak bisa, Soo Yun-ah.
Pada akhirnya aku akan kembali lagi padamu, kembali lagi memikirkanmu, ingin
melindungimu, menjagamu, menjadi tempat kau bersandar dan tempatmu selalu ada
disini.”ucap Ki Bum sambil meletakkan tangannya didadanya.
“Aku tetap
tidak bisa, Ki Bum-ah. Jangan mencintaiku seperti itu. Jebal.” Ucap Soo Yun.
Soo Yun menyentakkan tangannya sehingga tangan Ki Bum tidak mencengkramnya lagi
kemudian berlari dari tempat itu.
*********************************
Sudah lima
jam semenjak kejadian di Namsan Tower tadi. Namun, Ki Bum masih tetap berdiri
di depan rumah Soo Yun. Dia terus saja memanggil-manggil nama Soo Yun dan
memintanya keluar rumah. Volume suara yang sebelumnya kuat, kini perlahan-lahan
berubah seperti sebuah bisikan. Badannya merosot dan kini terduduk dengan
kepala menunduk. Pikirannya kacau. Seharusnya tadi dia tidak mengatakan hal
itu. Dia menyesali kepribadiannya yang mudah memaksa orang lain untuk mengikuti
kemauannya. Dia sadar Soo Yun berbeda dengan yeoja-yeoja lain disekitarnya. Bagaimana
kalau Soo Yun tidak mau bertemu dengannya lagi?
Sementara
itu, Soo Yun berdiri terdiam disamping jendela kamarnya yang menghadap ke depan
rumahnya sehingga dia bisa melihat Ki Bum dengan celah kecil di jendelanya.
Ki Bum-ah. Jangan mencintaiku
seperti ini. Aku tidak bisa melihatmu seperti ini. Aku tidak bisa, Ki Bum-ah..
Perlahan, bulir-bulir air mata
Soo Yun mengalir ke wajahnya saat dia masih bisa mendengar suara lirih Ki Bum
yang memanggilnya.
Fly away Fly away LOVE
Fly away Fly away LOVE
Fly away Fly away LOVE
Soo
Yun tersentak karena
suara dering ponsel
nya. Dengan
cepat dia berjalan ke
ranjangnya dan mengubrak-abrik isi tasnya. Saat masih mencari ponsel yg
terselip di tasnya,selembar kertas terjatuh dari tasnya. Soo Yun mengambilnya
dan ternyata itu selembar foto yang tadi siang dia dan Ki Bum ambil saat di
taman bermain. Soo Yun menatap dan mengelus pelan wajah Ki Bum yang tersenyum.
Senyum yang membuatnya selalu berdebar saat melihatnya sekaligus sesak saat
pikiran logisnya mengingatkannya bahwa cepat atau lambat dia akan kehilangan
senyum itu.
Soo Yun memukul kepalanya
saat dia sadar bahwa ponsel nya masih saja berdering. Soo Yun meletakkan foto
tadi diatas meja dan segera mencari kembali HP nya.
“Yeoboseyo?” ucap Soo Yun
“Oh, oppa? Waeyo? Oh, aku
baik-baik saja. Sudah minum obat. Ne, oppa. Arasso. Annyeong oppa.” Ucap Soo
Yun lalu menutup ponselnya. Saat Soo Yun meletakkan ponselnya di meja matanya
tertuju pada kotak kecil yang terletak disamping lampu meja. Soo Yun meraih
kotak kecil itu dan membukanya. Kalung liontin didalamnya membuatnya tersentak.
Soo Yun teringat tentang kenangannya dulu dengan seseorang yang memberikan
kalung itu. Soo Yun membuka liontin tersebut perlahan hingga muncullah wajah
bocah laki-laki dengan senyum khasnya itu.
Flashback
“Yaa, apa kau benar-benar harus ke Amerika?” Tanya Soo Yun kecil pada
bocah laki-laki didepannya yang sedang memainkan kakinya. Tangan kanannya
tersembunyi di belakang punggungnya. Perlahan dia mengangkat kepalanya dan
tersenyum kepada Soo Yun.
“Ne.
Waeyo? Kau mau ikut denganku?” Tanya bocah itu. Masih dengan senyum yang
terkembang diwajahnya.
“Mollayo.”
Jawab Soo Yun sambil menundukkan kepalanya dan memainkan jarinya. Bocah kecil
itu meraih tangan Soo Yun dan meletakkan benda kecil berantai diatas tangan Soo
Yun. Soo Yun mendongakkan kepalanya dan menatap penuh tanya kepada bocah
didepannya.
“Simpanlah.
Anggap aku ada disitu. Ahjusshi yang mengadopsiku memberikannya padaku dan
berkata bahwa aku bisa memberikan benda itu pada orang yang aku harapkan bisa
terus mengingatku sebagai teman baik disini. Jaga baik-baik ya, Soo Yun. Jangan
sedih kalau aku harus ke Amerika. Kau pasti akan segera mendapatkan keluarga
sepertiku.” Ucap bocah kecil itu semangat.
“Kita
masih bisa bertemu lagi kan? Kau janji akan datang lagi ke Korea?” tanya Soo
Yun dengan suara yang hampir serak karena menahan air matanya yang mulai
menggenang.
“Oh,
aniyo. Aku tidak seharusnya begini kan. Kau pasti datang lagi ke Korea dan kita
bisa bermain seperti dulu.” Ucap Soo Yun kecil lagi sambil mengusap matanya.
“Ne,
mungkin setiap musim dingin atau liburan aku bisa mengunjungimu disini.” Jawab
bocah laki-laki itu.
“Yaksok?”
tanya Soo Yun mengacungkan jari kelingkingnya dengan raut muka menggemaskan.
Perlahan tangan bocah laki-laki itu menautkan jarinya dan tersenyum.
Flashback end
Bocah laki-laki itu. Air
mata Soo Yun kembali mengalir. Sesak. Rasanya sesak.
“Yak! Kau bohong. Kau
ingkar janji. Kau bilang akan datang setiap musim dingin atau liburan. Tapi
kenapa kau baru datang sekarang?” ucap Soo Yun mulai emosi. Air matanya
mengalir semakin deras.
“Yaaaaa!!! Kenapa kau harus
datang disaat keadaanku begini? Kau membuatku gila. Kenapa kau harus membuatku
mengucapkan selamat tinggal saat pertama kali bertemu? Nappeun namja.”
“Tunggu aku ya. Ingat, jangan bosan menungguku. Aku pasti kesini lagi
kok.”
“Soo Yun, kau harus memakai mantel ini saat kau kencan ya.”
“….Lalu
siapa lelaki yang kutemui beberapa waktu lalu yang menunggumu seharian dirumah
sakit kalau bukan pacarmu?
“Jinnja? Lalu yang mengantarmu pulang dari acara perpisahan siapa?
Kalau hanya teman tidak mungkin mau mengantar sampai selarut itu.”
“… Aku rasa kalian ada perasaan yang lebih satu sama lain.”
“… Pada akhirnya aku akan kembali lagi padamu, kembali lagi
memikirkanmu, ingin melindungimu, menjagamu, menjadi tempat kau bersandar dan
tempatmu selalu ada disini.”
Kembali lagi?? Pikir Soo Yun. Soo
Yun berdiri dan matanya membulat. Tangannya masih menggenggam erat kalung
liontin itu. Perlahan kaki nya berjalan karah pintu kamarnya, membukanya dan
berlari secepat mungkin ke depan rumahnya. Sesampainya di depan rumahnya, Soo
Yun terdiam mematung. Mana suara itu?
Mana suara itu? Dimana dia?????Soo Yun mencari-cari Ki Bum yang ternyata sudah
pergi dari rumahnya. Soo Yun menyusuri kompleks rumahnya namun nihil. Soo Yun
terus berlari menyusuri jalan yang dia lalui saat pulang bersama Ki Bum hingga
langkahnya terhenti di taman didekat kompleksnya. Soo Yun terpaku pada
pemandangan didepannya. Dilihatnya Ki Bum sedang melipat-lipat origami
sementara disampingnya terdapat beberapa crane yang sudah jadi. Darimana
kertas-kertas itu semua? Apa dia memang sudah menyimpan banyak kertas di tasnya
itu? Soo Yun menutup mulutnya dengan tangannya melihat Ki Bum yang dengan
pandangan kosong namun entah kenapa menyiratkan semangat menggebu. Air matanya
mengalir deras walau tanpa suara. Perlahan dia mendekat.
“Ki Bum-ssi.” ucap Soo Yun lemah.
Ki Bum menoleh dan matanya membulat saat
dia melihat Soo Yun terjatuh ke tanah.
“SOO YUN!!!” Ki bum memasukkan
secara kasar benda-benda yang dia buat tadi. Dengan cepat dia menghampiri tubuh
Soo Yun yang tergeletak ditanah. Dia mengangkat tubuh Soo Yun dan segera
berlari menuju rumah Soo Yun.
***********************************
“Noona, bagamana keadaannya? Apa
dia baik-baik saja?” tanya Ki Bum kepada Neulrin yang baru saja memeriksa Soo
Yun. Neulrin menatap Ki Bum sekilas dan tersenyum lalu membereskan
alat-alatnya.
“Kau tidak usah khawatir, Ki
Bum-ssi. Soo Yun hanya kecapekan. Tolong jaga dia selma Doo Joon pergi ya.
Noona mungkin tidak bisa setiap hari mengunjunginya.” Ucap Neulrin sambil
berjalan kearah pintu.
“Baiklah.” Jawab Ki Bum mengekor
di belakang Neulrin.
“Satu lagi, usahakan agar dia
tidak stress atau terlalu banyak pikiran ya. Aku khawatir itu akan mempengaruhi
kondisi tubuhnya.” ucap Neulrin lagi saat mereka sudah di pintu gerbang.
“Ne, aku akan mengingatnya. Tapi,
Noona, apa dia akan benar baik-baik saja? Dia akan bertahan kan?” tanya Ki Bum.
Neulrin menghela napas dan menatap Ki Bum.
“Setidaknya untuk satu bulan
kedepan. Untuk bulan-bulan selanjutnya hanya Tuhan yang tahu.” Jawab Neulrin.
“Aku pergi dulu. Masih banyak
pasien di rumah sakit . Kau juga harus jaga kesehatan. Annyeong.” Ucap Neulrin
dan memasuki mobilnya. Sementara itu Ki Bum masih tetap berdiri terdiam.
1 bulan? Omong kosong!
*******************************
Soo Yun membuka matanya perlahan.
Dia merasa mendengar sesuatu. Dia menoleh kearah suara itu dan dilihatnya Ki
Bum kembali melipat-lipat origami dengan raut wajah serius. Disampingnya
berserakan cranes yang sudah jadi. Soo Yun tersenyum kecil.
“Kau membuat kamarku berantakan,
Ki Bum-ssi.” ucap Soo Yun. Ki Bum menoleh dan terkejut melihat Soo Yun yang
sudah sadar. Dengan cepat dia menghampiri Soo Yun dan duduk dikursi didekat
ranjang Soo Yun.
“Kau sudah sadar? Apa kau merasa
pusing? Kau mau minum?” tanya Ki Bum sambil menyodorkan segelas air putih yang
ada di meja kepada Soo Yun. Soo Yun meneguknya sekali dan meletakkannya kembali
di atas meja.
“Ki Bum, kau yang membuat cranes
sebanyak itu?” tanya Soo Yun. Ki Bum menangguk.
“Semalaman.” Jawab Ki Bum
singkat.
“Untuk apa semalaman kau membuat sebanyak itu? Buang- buang waktu
saja. Kau seharusnya istirahat.”
“Aku tidak mau membuang-buang
waktuku untuk istirahat sementara mungkin aku bisa mnciptakan suatu keajaiban
saat aku membuat cranes itu.” jawab Ki Bum.
“Memangnya keajaiban apa yang
bisa kau buat dengan membuat cranes sebanyak itu?” tanya Soo Yun sambil
menegakkan tubuhnya.
“Mungkin aku bisa membuat
kau hidup seribu tahun lagi. “ jawab Ki
Bum singkat.
“Hahaha. Kau pasti bercanda. Mana
bisa cranes itu membuatku hidup seribu tahun lagi. Lagipula darimana kau tahu
hal itu?” tanya Soo Yun sambil tertawa.
“Kau sendiri yang bilang kalau
membuat ribuan cranes, maka keajaiban akan datang.” Ucap Ki Bum lagi.
“Hahaha, aku? Kapan aku bicara
seperti itu padamu? Aku tidak ingat.” Ucap Soo Yun sambil mengetukkan jari di dagunya.
“Akh..Itu.. itu.. Aku tidak sengaja
menguping pembicaraanmu dengan anak-anak TK
waktu itu.” jawab Ki Bum kikuk. Dia berdiri dan kembali menghampiri meja
tempat cranes yang dia buat tadi. Soo Yun mengganti posisinya hingga kini dia
duduk di pinggir ranjangnya. Dia tersenyum menatap Ki Bum yang melipat-lipat
kertas ditangannya.
“Jadi kau menguping? Tidak
sopan.” Ucap Soo Yun membuka suara.
“Terserah kau mau bilang apa.”
Jawab Ki Bum cuek.
“Ki Bum-ssi..” panggil Soo Yun.
“Hmmm.” Jawab Ki Bum.
“Kemarilah.” Ucap Soo Yun.
“Nde?? Kau bilang apa?” ucap Ki
Bum sambil menatap Soo Yun.
“Kemarilah. Duduk didepanku.”
Ucap Soo Yun sambil menunjuk kursi didepannya. Perlahan Ki Bum menghampirinya
dan duduk didepan Soo Yun. Untuk beberapa saat mereka hanya saling berpandangan
dalam diam.
“Tersenyumlah.” Ucap Soo Yun
membuka suara.
“Mwo?” ucap Ki Bum terkejut.
“Cepat senyum.” Ulang Soo Yun. Ki
Bum menggaruk kepalanya, heran dengan sikap Soo Yun namun kemudian dia
menyunggingkan senyumnya. Soo Yun juga ikut tersenyum. Perlahan tangannya
menggapai wajah Ki Bum. Ki Bum tersentak kaget, namun hanya bisa terdiam dengan
sikap Soo Yun yang tiba-tiba ini.
“Kau jahat. Kenapa kau bisa punya
senyum semanis ini.” ucap Soo Yun tiba-tiba.
“Mwo?” ucap Ki Bum kaget.
“Iya, kau jahat .” ucap Soo Yun
tanpa melepas tangannya di wajah Ki Bum.
“Kenapa aku bisa jahat? Kau aneh.
Benar-benar gadis aneh.” Ucap Ki Bum menurunkan tangan Soo Yun.
“Kau jahat karena kau terlihat
tampan kalau tersenyum. Kau jahat karena senyummu tetap seperti dulu dan kau
jahat karena membuatku melihat senyummu
itu dan membuatku takut apabila aku tidak bisa melihat senyummu lagi. Kau
tahu.. kau…” ucapannya terhenti karena kini Ki Bum telah mendaratkan sebuah
ciuman lembut dibibirnya. Tak lama kemudian, Ki Bum mengakhiri ciuman itu dan
memegang wajah Soo Yun.
“Aku tidak akan berbuat jahat
lagi padamu. Tenang saja, kau masih bisa melihat senyumku seribu tahun lagi .
Saranghae, Soo Yun-ah.” Ucap Ki Bum sambil kembali menyunggingkan senyumnya. Soo
Yun menatap Ki Bum dengan mata yang mulai membasah. Entah kenapa hatinya lega.
Sungguh lega melihat senyum Ki Bum yang
entah kenapa membuatnya bisa memiliki harapan dan kekuatan untuk tetap
bertahan. Paling tidak dia bertahan untuk orang yang dia sayangi, Doo Joon, Ki
Bum dan Neulrin. Ya. Masih ada waktu. Tidak, dia harus punya waktu untuk
bertahan demi mereka. Perlahan, Soo Yoon merengkuh tubuh Ki Bum dan menangis di
pundaknya.
“Gomawo. Jeongmal gomawo.”ucap
Soo Yun terisak.
“Untuk apa ?” Tanya Ki Bum
keheranan.
“Karena kau sudah kembali.” Jawab
Soo Yun lirih dan mempererat pelukannya.
“Saranghae,saranghae,saranghae,saranghae
saranghae, Ki Bum-ssi”
**************************
“Onnie!! Chukhae!!!!Kau
sangat cantik. OMO!! Aku iri padamu. Aku juga ingin menikah.” Ucap Soo Yun
ceria di ruang pengantin. Wajahnya yang pucat mampu disembunyikan dengan baik
oleh Soo Yun. Sementara itu Neulrin tersenyum kecil melihat tingkah Soo Yun.
“Kalau begitu, menikahlah
dengan Ki Bum.Hahaha.” goda Neulrin. Pipi Soo Yun bersemu merah. Tangannya yang
tadi memegang tangan Neulrin terlepas. Soo Yun menundukkan kepalanya.
Meremas-remas tangannya. Perasaan aneh itu datang lagi. Rasa dimana dia merasa
melayang namun tiba-tiba jatuh karena ternyataenyataan
lebih berkuasa dibandingkan dunia mimpinya.
Ya, kenyataan memang sudah memenangkan duel hidup matinya ini dan dia sadar
hanya tinggal menunggu waktu saja.
Uljima, uljima, uljima Soo Yun. Tersenyumlah untuk onnie dan oppa. Batin
Soo Yun. Perlahan dia mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar.
“Tentu saja onnie, aku akan
menikah dengannya.” Ucap Soo Yun sambil memegang buket bunga disamping Neulrin
dan meletakkannya di tangan Neulrin.
“Ayo, onnie, kita keluar.
Acara sudah mau dimulai.”
*******************************************
Satu per satu bunga-bunga itu jatuh bertebaran di lantai putih
ini.Menjadi saksi disetiap langkah kaki pengantin wanita dan wali nya menuju
altar kebahagiaan. Menjadi saksi terkembangnya senyum di wajah setiap orang
yang hadir untuk memberkati mereka. Menjadi saksi langkah terakhir pasangan itu
menuju kehidupan cinta sebenarnya. Pernikahan.
Soo Yun menatap penuh haru
saat Neulrin mulai melangkahkan kakinya. Matanya tak henti-henti mengagumi
wajah bahagia nan cantik Neulrin yang kini sudah disamping Doo Joon. Matanya
memanas melihat pemandangan didepannya. Hatinya serasa ingin meledak. Tak
pernah dia sangka dia akan bisa bertahan sampai sekarang. Tak pernah dia sangka
dia akan bisa menyaksikan pernikahan orang yang sangat dia sayangi itu. Karena
terlalu bahagia, air matanya mengalir deras mendengar oppa dan onnie
tersayangnya mengucap janji dan saling menautkan cincin ke jari manis mereka.
Tangannya menegang, dingin namun tiba-tiba menjadi hangat kembali saat sepasang
tangan laki-laki disampingnya menggenggamnya erat. Soo Yun menoleh dan
mendapati senyuman itu lagi. Hatinya benar-benar mencelos.
“Ya Tuhan, benarkah sebentar lagi aku tidak
akan melihat senyum itu?”
Soo Yun kembali menatap Doo Joon dan Neulrin yang
kini tengah berciuman mesra. Tepuk tangan dan suara tawa renyah bergema dan Soo
Yun pun tersenyum kecil dan membatin dalam hati.
“Apa
aku boleh egois sekali lagi? Tuhan, apa boleh? Ini belum cukup untukku. Aku
masih harus melihat keponakanku kan? Iya kan?”
***********************
Backsound : Wedding Bell (Depapepe)
“Ya,
kenapa kita masih disini? Aku mau bertemu oppa dan onnie ku.” Ucap Soo Yun. Ki
Bum hanya terdiam memandang altar didepannya.
“Aku sudah minta izin pada
oppa mu untuk tinggal disini lebih lama.” Jawab Ki Bum tanpa mengalihkan
pandangannya dari altar.
“Tapi untuk apa? Seharusnya
kan kita berpesta bersama mereka. Dan lagu apa ini? bukankah ini
Wedding Bell?” tanya Soo Yun
bertubi-tubi.
“Untuk menikahimu.” Ucap Ki
Bum spontan dan menatap wajah Soo Yun yang terkejut. Ki Bum merengkuh wajah Soo
Yun dan tersenyum.
“Kau mau menikah denganku?
Menikah dengan upacara sederhana ini? Menikah dengan backsound ini?” tanya Ki
Bum serius. Mata Soo Yun membulat. Tangannya gemetar. Apalagi ini? pikirnya.
“Tapi, tidak ada saksi dan
pendeta, bagaimana kita bisa melakukan pernikahan?” tanya Soo Yun masih dengan
perasaan yang campur aduk.
“Apa saksi dan pendeta
begitu penting? Pernikahan ini hanya untukku dan kau. Kita lah saksi sekaligus
pendetanya. Aku tidak akan membuang waktuku secara percuma hanya untuk
mengumpulkan saksi dan pendeta. Kau juga mendapat bucket yang dilempar oleh
Neulrin noona kan? Orang berkata, bila pasangan yang mendapat bucket bunga di
pernikahan seseorang, maka dalam jangka waktu enam bulan yang akan datang,
mereka harus menikah. Jika tidak, maka mereka harus menunggu enam tahun lagi
untuk menikah. Aku tidak mau menunggu selama itu. Aku tidak mau menunggu lagi
karena aku takut pernikahan ini tidak akan pernah terlaksana. Jadi, kita
menikah sekarang?
”
Tubuh Soo Yun menegang.
Matanya panas dengan genangan air mata di pelupuk matanya. Tangannya
menggenggam erat tangan laki-laki disampingnya. Soo Yun mengusahakan untuk
tersenyum dan menaburkan cranes di toples yang dipegang oleh tangan kanan Ki
Bum. Air matanya pun jatuh saat mereka telah berada didepan altar. Ki Bum
menarik tubuh Soo Yun menghadap kearahnya lalu dengan anggukan kecil mereka
membalikkan tubuh mereka sehingga membelakangi altar. Tangan mereka perlahan
naik dan berhenti di dekat telinga mereka. Perlahan namun pasti, mereka
mengucapkan janji pernikahan mereka. Setting altar di luar ruangan itu kini
benar-benar menjadi saksi pernikahan mereka. Angin berhembus pelan. Tetap
beradu diantara tubuhnya dan Ki Bum saat mereka menautkan bibir mereka. Dan
pada detik pertama mereka mengakhiri ciuman itu. Soo Yun tersenyum.
Mengusahakan sekuat tenaganya menahan sakit di ulu hatinya. Bertahan menikmati
senyum damai Ki Bum kenyataan kini sudah benar-benar datang padanya. Inilah
senyum terakhir dan ucapan selamat tinggalnya.
“Saranghamnida, saranghamnida, saranghamnida, saranghamnida,
saranghamnida, Ki Bum-ah.”
Even that time when the wind stays
It’s not enough for me.
I smile one more time and give my final greeting
I love you.
I am tired now and love hurts but
Even if that time is just a memory
I have to give my final greeting.
I love you, I love you.
*******************************
“Kita masih bisa bertemu lagi kan? Kau
janji akan datang lagi ke Korea?.......
…“Ne, mungkin setiap musim dingin atau
liburan aku bisa mengunjungimu disini.”
…“Yaksok?”
“Hhahaha, omma, appa. Aku bahagia.”
“OMMA!!! APPA!!! ANDWEEEE!!!”
“Bawa dia pergi, dan jangan kembali
untuk jangka waktu dekat. Traumanya masih cukup berbahaya jika dia terus berada
disini.Pergilah keluar negeri.”
Ki Bum terduduk dan
menatap pusara didepannya. Matanya tak henti menyiratkan perasaan sedih, marah
, menyesal dan merasa bersalah. Di usapnya papan putih bertuliskan nama Shin
Soo Yun itu dengan lembut. Matanya semakin terasa panas, tubuhnya berguncang
hebat, dan tanpa bisa membendungnya lagi, air matanya mengalir deras mewakili
perasaannya sekarang. Tangannya merogoh saku celananya dan sebuah kalung
liontin menggantung ditangan Ki Bum.
“Soo Yun-ah… Kenapa kau tidak
memberitahuku yang sebenarnya? Kenapa kau merahasiakan hal ini? Kau tahu betapa
bersalahmya diriku karena tidak bisa menjelaskan semua ini padamu? Betapa aku
merasa bersalah karena harus membuatmu menunggu selama ini. Dan kau tahu
bagaimana perasaanku sekarang saat mengetahui bahwa tidak ada yang bisa
kujelaskan lagi? Bagaimana kau bisa sebegitu kejam membiarkanmu melewati hal
ini sendirian? Menungguku sendirian? Melawan penyakit ini sendirian?
Mengucapkan selamat tinggal disaat pertama kali kita bertemu? Bagaimana kau
bisa melakukan ini semua? Soo Yun-ah..bagaimana kau bisa melakukan ini
semua??”Ucap Ki Bum lirih.
Fly away Fly away LOVE
Fly away Fly away LOVE
Fly away Fly away LOVE
In the afterlife I will greet my love again
20 tahun kemudian…
“Ahjusshi!!!” panggil seorang anak
laki-laki kecil menghampiri seorang laki-laki berusia 30 tahun yang sudah dia
anggap sebagai ahjusshinya.
“Oh, Doo Hyun.” Jawab laki-laki itu
sambil memeluk bocah bernama Doo Hyun yang sudah dia anggap keponakannya itu.
“ Ki Bum Ahjusshi, appa bilang hari
ini kau akan ke makam ahjumma. Aku tidak sabar melihat kau meletakkan hiasan
cranes di pohon didekat makam ahjummaku.” Ucap Doo Hyun dengan logat anak kecil
yang menggemaskan. Sementara itu, Ki Bum bisa melihat dengan jelas Neulrin
noona dan Doo Joon hyung melambaikan tangannya dan mengisyaratkan untuk menjaga
Doo Hyun. Ki Bum mengangguk dan mengajak
Doo Hyun ke makam Soo Yun.
“Soo Yun ahjummaaa. Aku datang lagi
dengan Ki Bum ahjusshi. Huwaa. Aku akan memasangkan hiasan cranes di pohon mu
ini lagi. Cranes yang dulu sudah rusak. Kau baik-baik disana kan, ahjumma?
Mianhaeyo ya, hyung dan noona ku sedang ada study tour, jadi tidak bisa
menjenguk ahjumma. Tidak apa-apa kan ahjumma?” ucap Doo Hyun tak hentinya. Ki
Bum tersenyum kecil dan mengusap rambut Doo Hyun.
“Doo Hyun, ayo kita pasang cranesnya.”
Ajak Ki Bum. Dengan senyum cerahnya, Doo Hyun membantu Ki Bum menggantungkan
cranes demi cranes di pohon didekat pusara Soo Yun.
“Soo Yun-ah. Kau baik-baik disana? Hey, kau
seharusnya melihat perkembangan ketiga keponakanmu yang lucu-lucu ini. Kau
tahu, dia sama sepertimu, suka cranes. Bicara tentang cranes, kau suka dengan
ini? Pohon ini sengaja aku tanam disini dan aku gantungi cranes karena aku
masih mau mewujudkan keajaiban yang kukatakan waktu dulu. Bersama cranes ini,
aku titipkan senyumanku yang semoga bisa selalu kau lihat hingga ribuan tahun
nanti. Senyumku ini sampai kepadamu disana kan? Semoga kau bahagia, Soo Yun-ah.
Saranghae yongwonhi.”
END