Sunday, March 4, 2012

My Fanfic-Unspoken word


          Jreng jreng jreng.. annyeong semua!!!!! Aku buat ff lgi nih disela-sela hari libur dan ulangan semester. Aku buat ff ini sambil belajar loh. # gak ada yang nanya.
          FF ini aku buat sesuai permintaan chinguku yang imut n tembem yang sangat-sangat freak dengan DBSK*gw juga* dan suka sama Jung Yunho sang leader*bias gw jaman SMP nih* Hohoohoooo..
          Yaudah deh, daripada banyak cingcong. Buat GISTA-CHAN, ni FF buat lo!! RCL WAJIBBB!!! XP
          Buat yang kena tag juga wajib kalau ga…..#udah siapin golok nih
Hehehe, becanda. J
          So, Enjoy..
                                  ****************************
  Title : Unspoken Word
Cast : Jung Yun Ho
          Lee Jin Sun a.k.a Magista Vivi Anisa
Length : One shoot
Genre : Romantic
Disclaimer : This is real story that I heard from one of radio station but I just take the
                      main idea and do not take  the story at all. The casts belong to themselves.
Point of view : Jung Yun Ho (All)

                                                *****************
            Jika kau mencintai seseorang, katakanlah. Walaupun dengan dua kemungkinan, perasaanmu di terima atau perasaanmu di tolak. Itu lebih baik daripada  memendam perasaan dengan satu kemungkinan, kau tidak akan pernah mengetahui perasaan sebenarnya dari  orang yang kau cintai itu
                                               
                                                *****************

            Plok..plok…plok..
               Suara tepuk tangan menggema di aula sekolahku saat ini. Bukan karena ada pejabat yang memberi sambutan ataupun ada pentas seni yang menghadirkan artis-artis terkenal. Tepuk tangan itu untuk salah satu siswi yang telah mengharumkan nama sekolahku. Sejak kelas 1 SMA, dia sudah memenangkan berbagai macam perlombaan baik tingkat kota, provinsi, nasional bahkan internasional. Kemarin dia kembali memenangkan olimpiade sains tingkat internasional.
            Hari ini merupakan awal tahun ajaran baru sehingga kepala sekolahku mengumumkan prestasi ini di depan seluruh murid baru. Pengumuman prestasi sekolah merupakan kewajiban di sekolahku di setiap upacara penyambutan murid baru. Kulihat mata murid-murid baru itu berbinar-binar menyiratkan kekaguman pada gadis itu. Sebenarnya bukan hanya mereka saja yang mengagumi gadis itu. Aku juga pun mengagumi gadis itu atau mungkin lebih dari sekedar mengagumi. I admire her similar to love her. Yeah..aku mengagumi, menyukai bahkan mencintai gadis itu. Gadis bernama Lee Jin Sun.
                       
                                              *****************
            “Ya, Yunho. Selesaikan soal matematika ini.” Ucap songsaenim padaku. Aku tersentak kaget dan segera berdiri. Aku berjalan menuju papan tulis. Kuperhatikan soal matematika itu sejenak. Glekk. Aku menelan ludahku karena aku agak bingung dengan soal ini. Yah, sudah konsekuensinya sih karena sedari tadi aku lebih tertarik memandangi wajah Jin Sun saat menulis penjelasan songsaenim daripada memandangi wajah songsaenim saat menjelaskan pelajaran. Dengan ragu-ragu aku mengambil spidol dari tangan songsaenim dan mulai mengerjakan soal itu. Aku mencoba sebisaku dan akhirnya aku mendapat jawaban dari soal itu. Aku memandang kearah songsaenim.
            “Sudah selesai songsaenim.” Ucapku dengan perasaan cemas apakah jawabanku benar.
            “Ne, saya tahu. Kalau begitu, saya ingin kalian mengoreksi jawaban Yunho apakah sudah benar atau salah.” Ucapnya kepada teman-teman sekelas. Aku mengalihkan pandanganku ke seisi kelas. Kulihat satu orang dari mereka mengangkat tangannya. Dan dia adalah Jin Sun. Aku benar-benar gugup saat ini Dalam hati aku terus berdoa agar jawabanku tidak salah sehingga aku tidak terlalu terlihat bodoh di hadapanya.
            “Hmm.. saya rasa jawaban Yunho sudah benar, tapi, cara penyelesaiannya terlalu panjang padahal tadi songsaenim sudah memberi cara pendeknya.” Ucapnya.
            “Khamsamnida Jin Sun. Yunho, kenapa kamu tidak memakai cara yang saya jelaskan tadi dan malah memakai cara berbelit-belit seperti ini? Atau jangan-jangan kau tidak memperhatikan penjelasan saya?” Tanya songsaenim padaku.
            “Emm.. Bukan begitu songsaenim. Saya memakai cara  ini karena saya merasa lebih nyaman daripada dengan cara yang cepat. Saya lebih mementingkan konsep dan dengan konsep itu saya mengerjakan soal ini” Kilahku. Hahha.. bisa-bisanya aku membuat alasan seperti itu. Padahal aku sama sekali tidak menyangka aku dapat menjawab soal itu. Terima kasih Tuhan kau sudah memberi mukjizat padaku untuk mengerjakan soal ini.
            “Oh, baguslah kalau begitu. Kau boleh duduk Yunho.” Ucap songsaenim.
           
            Ring Ding Dong
             Bel sekolah berbunyi tepat disaat aku kembali duduk.
            “ Karena bel sudah berbunyi. Kalian kerjakan soal-soal yang lain dirumah dan tolong dikumpulkan lusa. Selamat siang.” Ucap songsaenim sambil berjalan keluar kelas.
            “Ne.. songsaenim.” Jawab seluruh kelas. Fiuh.. akhirnya selesai juga pelajaran ini. Aku membereskan buku di mejaku.
            “Yunho, ayo kekantin.” Seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh dan kudapati Yoochun berdiri di belakangku.
            “Ne. kajja.” Aku berdiri dan menyampirkan lenganku di bahunya. Setelah sampai di kantin kami pun memesan makanan. Kami mencari tempat duduk sambil menunggu makanan yang kami pesan. Kami duduk tidak jauh dari tempat kami memesan makanan.
            “Yoochun..” panggil seorang gadis. Dan kau tahu itu siapa? Jinsun. Aigoo.. dia mulai berjalan menghampiri kami.
            “Ne, waeyo Jinsun?”jawab Yoochun.
            “Aku mau menyerahkan partitur lagu untuk lomba nanti. Oh ya, kita kekurangan satu orang lagi untuk menyanyikan lagu kita. Ottokhae?” ucapnya sambil menyerahkan kertas yang sedari tadi dia bawa.
            “Oh, Ne. Hmm.. apa di sekolah ini tidak ada yang bisa menyanyi dengan baik?” tanya Yoochun
            “ Anio, bukannya tidak ada. Aku sudah mencoba mencari, tapi aku tidak cocok dengan suara mereka. Kau ada teman yang mungkin bisa cocok dengan lagu kita?” Tanya Jinsun lagi.
            “ Hmm.. lagu yang akan kita bawakan ini berbahasa Jepang tapi yang menyanyi orang Korea. Jadi paling tidak penyanyinya harus orang Korea yang bisa bahasa Jepang. Hmmm..” Jinsun hanya mengangguk dan Yoochun berfikir keras. Aku memperhatikan wajah mereka yang kebingungan. Lucu juga melihat teman terbaikku dan orang yang kusukai terlihat kebingungan seperti ini. Mereka memang akan ikut lomba di festival musik di kota kami. Yoochun sebagai pianist dan Jin Sun memainkan violin. Tiba-tiba Yoochun memandangku dan tersenyum. Heh? Kenapa dengan dia?
            “Yak! Aku tahu siapa orangnya.” Ucapnya dengan mata berbinar-binar.
            “Jinjja? Siapa?” Tanya Jin Sun dengan muka ingin tahu.
            “Hmm.. Aku rasa Yunho bisa menyanyikan lagu ini. Dari kecil dia sudah belajar bahasa Jepang karena neneknya dulu pernah tinggal di Jepang dan aku tahu Yunho bisa menyanyi dengan baik. Kau bisa mengetesnya.” 
            MWO??? AKU??? / Aku benar-benar terkejut dengan ucapan Yoochun. Aku memang bisa berbahasa Jepang. Aku juga bisa menyanyi, tapi, kalau harus menyanyi dihadapan Jin Sun?? OMO!!!
            “ Benarkah itu Yunho??” Tanya Jinsun kepadaku.
            “Emm.. Ne. Tapi, aku tidak tahu apa suaraku cocok untuk lagu itu.” ucapku.
            “Hmm... baiklah. Yoochun, atur waktu kita untuk latihan dan mendengar suara Yunho. Aku tidak bisa menentukannya sekarang karena aku harus keperpustakaan sekarang. Aku tunggu kabarnya malam ini ya. Gomawo.”  Dia menundukkan kepalanya sejenak kemudian meninggalkan kami.
            “ Ya! Yoochun. Kenapa kau memilih aku?” tanyaku
            “Hmm. Kan sudah aku bilang alasannya tadi.” Ucapnya cuek sambil memulai memakan pesanan kami.
            “ Ya, tapi…” ucapanku terputus karena Yoochun kembali berbicara.
            “ Selain alasan tadi, aku juga ingin memberi kesempatan padamu agar bisa dekat dengannya.”  
            “MWO?? Tapi, Yoochun.. aku tidak..” ucapanku kembali terputus.
            “Kau mau bilang bahwa kau tidak punya keberanian? Yunho, mau sampai kapan kau begini. Mau sampai kapan kau terus menggumi tanpa memberi tahunya? Mau sampai kapan kau tidak memiliki keberanian bahkan hanya untuk bisa dekat dengannya?”
            “ Tapi, aku memang tidak punya keberanian itu Yoochun. Dia itu sempurna, sedangkan aku?? Aku hanya namja biasa saja. Sudah cukup bagiku hanya dengan mengaguminya. Aku…” lagi-lagi ucapanku terputus.
            “ Cukup Yunho. Aku tidak mau mendengar alasanmu. Dengarkan aku. Kau ini sudah 2 tahun menyimpan perasaanmu itu padanya. Apa kau benar-benar tidak mau mengutarakan perasaanmu itu dan hanya akan terus menyimpannya kemudian hanya memandanginya di kelas seperti yang kau lakukan saat pelajaran matematika tadi? Oh, Man!! Aku sudah membuka jalan untukmu dan kau masih mau menyia-nyiakannya juga? Ingat Yunho, ini tahun terakhir kita sebagai siswa SMA. Buatlah sesuatu yang bisa kau kenang dan ceritakan disaat kita sudah tua nanti. Jangan sampai kau menyesal tidak sempat membuat kenangan yang sebenarnya bisa kau buat hanya karena kau terlalu takut.”  Aku terhenyak dengan ucapannya. Tiba-tiba Yoochun berhenti bicara dan mengambil kertas pena dikantongnya kemudian menuliskan sesuatu.
            “ Ini nomor handphone nya. Hubungi dia malam ini dan tentukan hari latihan.” Ucapnya sambil menyerahkan kertas tadi kepadaku.
            “Tapi, Yoochun, kan dia minta kau yang menghubunginya.” Ucapku
            “Ya, bilang saja pulsaku habis atau alasan lain. Yang penting, harus kau yang menghubunginya.” Ucapnya
            “Ne baiklah.” Ucapku pasrah dan kulihat senyuman puas di wajahnya.

                                          **************************
            Aku menggeliat dan membuka mataku. Kulihat jam dikamarku menunjukkan pukul 7 malam. Hufh..ternyata aku tertidur  saat aku mengerjakan tugas matematikaku. Aku pun membereskan meja belajarku sekalian membereskan buku-buku untuk pelajaranku besok. Saat aku memasukkan buku-buku di tas sekolahku, ada sesuatu yang jatuh dari kantong seragamku. Yah, aku memang belum ganti baju dan langsung mengerjakan tugas matematikaku sore tadi. Aku mengambil kertas itu dan ternyata nomor handphone Jin Sun. Aku terdiam sejenak. Aku kembali teringat ucapan Yoochun siang tadi.
            “ Ini nomor handphone nya. Hubungi dia malam ini dan tentukan hari latihan.”
          Aku benar-benar bingung. Apa aku benar-benar harus menghubunginya?
“…….Aku sudah membuka jalan untukmu dan kau masih mau menyia-nyiakannya juga? Ingat Yunho, ini tahun terakhir kita sebagai siswa SMA. Buatlah sesuatu yang bisa kau kenang dan ceritakan disaat kita sudah tua nanti. Jangan sampai kau menyesal tidak sempat membuat kenangan yang sebenarnya bisa kau buat hanya karena kau terlalu takut.” 
            Kata-kata Yoochun kembali terngiang di telingaku. Aku berpikir sejenak. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 19.20.
YA!! Aku akan mengambil kesempatan ini. Aku akan membuat kenanganku sendiri di masa SMA ku ini. Aku akan menghubunginya.
Dengan segera aku ambil handphone ku dan mulai mengetikkan sms.
To: 08********
    Jinsun, ini Yunho. Yoochun tidak bisa menguhubungimu malam ini karena pulsanya habis. Mmm.. Yoochun bilang lusa kita akan latihan di ruang musik sepulang sekolah. Kau bisa kan?
Klik. Aku menekan tombol send dan terkirim. Aku beranjak menuju kamar mandi sambil menunggu balasan dari Jinsun.
15 menit kemudian.
Drrrrt..drrrrt
   Kudengar ponselku bergetar. Aku pun segera mengambil ponselku yang tergeletak di meja belajarku. Dengan harap-harap cemas ku buka inbox di ponselku. Dan ternyata memang dari Jin Sun.
From : 08********
            Oh, Yunho? Ne, ne. aku tahu. Baiklah, aku bisa kok. Hmm. Tidak sabar mendengar suaramu, Yunho. Hehhe/
Aku tersenyum membaca balasan dari Jinsun. Tanpa disadari aku membalasnya lagi dan dia pun membalas lagi.
                                    **********************
Krieekk..
            Terdengar suara pintu terbuka. Aku dan Yoochun menoleh kearah pintu ruang musik dan Jinsun pun berdiri di pintu itu dengan membawa violin di tangannya.
“Yaa,Yoochun, Yunho, jeongmal mianata. Aku lupa membawa violin, jadinya aku pulang dulu. Mianata.” Jawabnya sambil terus menundukkan kepalanya.
“ Gwenchana  Jinsun. Ayo kita mulai saja.” Ucap Yoochun sambil membuka tasnya dan mengambil kertas partitur kemudian meletakkannya di atas piano di hadapannya.
“Ne,” ucap Jinsun. Dia pun segera membuka tempat violinnya.
“ Sudah siap Yunho??” Tanya mereka berdua
“Ne, aku sudah mencoba menyanyikannya di rumah.” Jawabku gugup
“Bagus. Ayo kita mulai.” Ucap Yoochun.
Kanashimi no mukou kishi ni
Hohoemi ga aru toiu yo
Kanashimi no mukou kishi ni
Hohoemi ga aru to iu yo
Tadori tsuku sono saki ni wa
Nani ga bokura wo matteru?
Nigeru tame ja naku yume ou tame ni
Tabi ni deta hazusa tooi natsu no ano hi
Ashita sae mieta nara tame iki mo nai kedo
Nagare ni sakarau fune no you ni
Ima wa mae he susume
Kurushimi no tsukita basho ni
Shiawase ga matsu toiu yo
Boku wa mada sagashite iru
Kisetsu hazure no himawari
Kobushi nigirishime asahi wo mateba
Akai tsume ato ni namida kirari ochiru
Kodoku ni mo nareta nara
Tsuki akari tayori ni
Hane naki tsubasa de tobi tatou
Motto mae he susume
Amagumo ga kireta nara
Nureta michi kagayaku
Yami dake ga oshiete kureru
Tsuyoi tsuyoi hikari
Tsuyoku mae he susume

                Selesai. Aku selesai menyanyikannya. Aku benar-benar tidak tahu apakah suaraku bagus atau apa karena mereka hanya terdiam memandangiku.
                “Hey, kenapa kalian diam saja?” tanyaku.
                “Hmmm.. Yoochun. aku rasa pilihanmu tepat. Hyaaa.. Yunhoo!!!! Suaramu bagus. Aku suka.” Ucapnya sambil menghambur kearahku dan memelukku. OMO..mimpi apa aku tadi malam sampai-sampai hari ini Jinsun memelukku.
                “Ehem..” Jinsun pun melepaskan pelukannya dan berbalik kearah Yoochun.
Sedangkan aku hanya menggaruk kepalaku yang tidak gatal sama sekali karena aku benar-benar gugup.
                “Yoochun. Gomawo. Kau akan kau, eh tidak aku akan mentraktir kalian eskrim.” Ucapnya
                “Mwo?Jinjja?” ucapku dan Yoochun bersamaan.
                “Ne, tapi, kita latihan satu kali lagi ya.”ucapnya bersemangat.
                “Oke.” Jawabku dan Yoochun
                                    *********************
                “Aku pulang duluan ya.” Ucap Jinsun saat kami selesai makan eskrim sesuai janjinya tadi. Dia melambaikan tangannya dan segera masuk ke dalam mobilnya.
                “Yunho” panggil Yoochun
                “Ne?” ucapku yang sedang merogoh tasku untuk mengambil kunci motorku.
                “Sepertinya kau sudah mendapat sinyal dari Jinsun.” Ucapnya sambil tersenyum.
                “Ahahha.belum tentu Yoochun.” jawabku sambil berjalan menuju parkiran untuk mengambil motorku. Yoochun pun mengikuti di belakangku.
                “Hey, apanya yang belum tentu. Kau sudah sms-an dengannya sejak hari itu dan tadi..tadi dia memelukmu Yunho!!!” ucapnya dengan bersemangat. Aku naik keatas motorku dan menoleh kearah Yoochun yang juga naik keatas motornya.
                “Aku tidak mau terlalu berharap dulu Yoochun.: ucapku sambil memakai helmku.
                “Berharap itu perlu Yunho. Karena tanpa berharap, kita tidak akan bisa menggapai masa depan dan apa yang kita inginkan.” Ucapnya sambil memegang helmnya.
                “Dulu, aku pernah ada di posisimu dan kakakku selalu berkata padaku,
Jika kau mencintai seseorang, katakanlah walaupun dengan dua kemungkinan, Perasaanmu di terima atau perasaanmu di tolak. Itu lebih baik dari memendam perasaan dengan satu kemungkinan, Kau tidak akan pernah mengetahui perasaan sebenarnya dari  orang yang kau cintai itu.”
            “Jadi kau pernah menyukai seseorang juga?” tanyaku polos
            “ Tentu saja pernah. Aku juga manusia. Ah. Pabo kau Yunho. Tapi, kenyataannya berbeda denganmu. Aku sama sekali tidak punya kesempatan untuk mengatakannya karena dia pindah ke Amerika saat kita masuk SMA.” Ucapnya
            “Mwo? Apa yang kau maksud adalah Chaeyoung?:” tanyaku kaget.
            “Ne. Oleh sebab itu aku tidak mau kau sepertiku. Kalau kau memang benar-benar menyukai Jinsun, cepat katakan karena kau masih ada kesempatan.” Ucapnya sambil memukul pundakku pelan. Aku benar-benar tidak tahu bahwa dia menyukai Chaeyoung dan kata-katanya barusan benar-benar membuatku tersentak. Aku sadar bahwa aku memang terlalu takut mengutarakan perasaanku pada Jinsun. Hmmph.. Ottokhae?  Apa aku harus benar-benar mengatakannya?
                                                *******************
            Hari ini merupakan latihan terakhir kami. Oleh sebab  itu, kami berlatih dari sepulang sekolah.
            “Yaaaa… Yunho, Yoochun, kita sudahi latihan kita hari ini ya. Sudah malam.Aku sudah lelah. Sebaiknya kita pulang dan beristirahat supaya besok kita bisa maksimal.” Ucap Jinsun sambil meletakkan violinnya.
            “Hmm. Baiklah. Ayo kita pulang.” Ucap Yoochun sambil membereskan kertas partitur dihadapannya. Tiba-tiba raut wajahnya berubah saat dia mengambil ponsel di tasnya.
            “Yoochun, waeyo?” tanyaku.
            “ Owh, Yunho, Jinsun, sepertinya aku tidak bisa pulang bersama kalian. Tiba-tiba ommaku menyuruhku menjemput kakakku di bandara.” Ucapnya
            “Owh, gwenchana. Kau jemput saja kakakmu.” Ucap Jinsun
            “Ne, gwenchana, biar kami naik bis saja.” Ucapku. Aku memang sengaja tidak membawa motor karena Yoochun membawa mobil dan menjemputku tadi pagi.
            “Jinsun, benar tidak apa-apa kalau kau naik bis? Kau tidak di jemput?” Tanya Yoochun kepada Jinsun.
            “ Tadi, supirku sms katanya tidak bisa menjemputku karena istrinya melahirkan. Aku sudah bilang pada Yunho untuk pulang bersama. Tapi, karena kau ada urusan lain, aku akan naik bis dengan Yunho saja. Gwenchana.” Ucapnya sambil tersenyum.
            “Owh, baiklah. Yasudah. Aku duluan ya.” Yoochun  melambaikan tangannya dan segera keluar dari ruang musik.
“Yunho, ayo pulang.” Ajak Jinsun. Aku mengangguk dan berjalan di belakang Jinsun. Tiba-tiba Jinsun berhenti.
            “Jinsun, waeyo?” tanyaku.
            “Yunho, hujan.” Ternyata kami latihan terlalu serius sampai-sampai tidak menyadari turun hujan.
“ Bagaimana ini? Aku tidak bawa payung” Tanya Jinsun.
“Hmmm…aku pinjam dengan satpam sekolah dulu ya. Kau tunggu disini” ucapku 
“Andwe, Yunho.” Dia menarik tanganku. Aku pun menatapnya. Kulihat dia ketakutan.
“Andwe, andwe Yunho, aku tidak mau sendirian disini. Aku ikut denganmu.” Ucapnya lagi.
“Tapi, diluar hujan Jinsun. Nanti baju dan violinmu basah.” Ucapku.
“Andwe, aku tidak peduli baju atau violinku basah. Aku ikut denganmu.” Ucapnya dan memegang lenganku erat.
“Hm. Baiklah. Tunggu sebentar.” Dia melepaskan tangannya dari tanganku. Aku segera melepaskan jaket yang kukenakan.
“ Pakailah. Biar violinmu aku yang bawa.” Ucapku. Dia pun hanya menurut dan kami pun berlari menembus hujan menuju pos satpam di gerbang sekolah.
Sesampainya di pos satpam, aku berbicara pada satpam yang  sedang jaga untuk meminjam payung. Aku mengucapkan terima kasih saat satpam tersebut meminjamkan payungnya. Kami pun segera menuju halte terdekat.

Didalam bis,
    Kulihat wajah Jinsun agak takut saat naik bis ini. Dia pun masih memegang tanganku sejak kami keluar dari pos satpam tadi.Aku pun memberanikan diri untuk bertanya.
“Jinsun, waeyo?” tanyaku. Dia menoleh dan tersenyum tipis. Dia mendekatkan wajahnya ke telingaku dan berbisik.
“Aku gugup. Jujur aku baru kali ini naik bis malam-malam.” Bisiknya.
“Hahhahha.. kukira kau kenapa. Ckckckkc. Makanya kau jangan sering minta di jemput.” Ucapku
“Aish.kau ini. Malah tertawa/” Dia memukul lenganku dan mengerucutkan bibirnya. Aku hanya tertawa melihat tingkahnya itu. Gadis sempurna seperti dia ternyata takut naik bis. Tiba-tiba aku merasa ada yang memegang lenganku lagi.
“Yunho, aku ngantuk. Perjalanan kita masih lama kan? Boleh aku tidur sebentar?” tanyanya.
“Mwo? Tidur? Baiklah. Tidurlah. Nanti aku bangunkan kalau sudah sampai.” Jawabku.
“Yeey.. gomawo Yunho.” Dia masih memegang tanganku dan kemudian meletakkan kepalanya di pundakku. Deg..deg. jantungku berdegup kencang. OMO. Jinsun, aku harap kau tidak mendengar suara jantungku. Aku memperhatikan wajahnya yang tertidur itu. Manis. Aku benar-benar berterimakasih dengan Yoochun karena aku bisa sejauh ini dengan Jinsun.
                                   
***************
“Yunho, Yoochun!!!!! Kita menang!!!! OMO.. akhirnya usaha kita tidak sia-sia.” Teriak Jinsun saat panitia festival mengumumkan pemenang lomba. Kami pun saling berpelukan.
“Yaa, kita harus merayakannya. Hmm. Bagaimana kalau minggu ini kita jalan-jalan dari pagi sampai malam. Kita ke taman bermain, ke bioskop, makan. Bagaimana?” ucapnya bersemangat. Aku dan Yoochun benar-benar syok melihat tingkahnya. Aku baru tahu dirinya sebenarnya hari ini. Benar-benar bertolak belakang dengan sikapnya di kelas.
“Baiklah.” Ucap ku dan Yoochun
                                    ***************
Drrt…drrrt..drrrt..
    Ponselku bergetar. Kubuka inbox-ku. Ternyata Yoochun.
From :  Chunnie
     Yunho, besok aku tidak bisa ikut. Aku ada urusan keluarga. Kau berdua dengan Jinsun saja ya. Hmmm..sebenarnya aku mau sengaja tidak ikut, biar kau saja dengan Jinsun, tapi ternyata memang aku ada urusan.kekekke. Yunho. Hwaiting!!!! Jangan sia-siakan kesempatan ya. ~.^
Aku hanya tersenyum membaca sms nya. Dasar kau Yoochun. Bisa-bisanya memberiku banyak kesempatan. Baiklah. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
                                    *******************
Keesokan harinya,
               Sesuai janji, hari ini aku dan Jinsun akan jalan-jalan. Ternyata Yoochun sudah memberitahu Jinsun bahwa dia tidak bisa ikut. Sebagai gantinya, minggu depan kami akan mengadakan BBQ party di rumah Yoochun. Aku memacu motorku dengan kecepatan penuh agar cepat sampai di rumah Jinsun. Sesampainya disana, Jinsun sudah menunggu di depan gerbang rumahnya. Aku menghentikan motorku dan melepas helmku.
            “Annyeong Jinsun.” Sapaku.
            “Annyeong, Yunho. Ayo kita berangkat” Jawabnya dengan mata berbinar-binar. Dengan cepat dia naik ke atas motorku. Aku pun segera menyerahkan helm padanya dan kamipun berangkat.
            Tujuan pertama adalah taman bermain. Kami mencoba semua permainan, berfoto-foto, makan eskrim dan makan gulali. Tujuan kedua adalah took buku. Disini kami membeli novel dan komik kesukaan Yoochun. Yah, sejak kami jadi satu tim dalam lomba itu, kami jadi lebih kenal satu sama lain. Setelah puas menjelajah toko buku, kami pun pergi ke bioskop. Dua jam di taman bermain, satu setengah jam di toko buku dan dua jam di bioskop membuat kami kelaparan. Jadi, kami mampir sebentar ke restoran langganan keluarga Jinsun. Setelah mengisi perut. Kami pun pergi ke mall. Kami menjelajah isi mall dan tak terasa sudah malam. Sebelum pulang, aku dan Jinsun pergi ke café untuk makan malam.  Sengaja aku pilih café karena aku pikir suasananya akan lebih mendukung karena aku akan mengutarakan perasaanku padanya. Kami pun memulai makan saat pesanan kami sudah datang.
            “Hmm..Jinsun..” ucapku sambil meletakkan sendok garpuku. Aku memandang mata Jinsun yang kini menatapku.
            “Ne, waeyo?’ tanyanya.
            “Aku mau bicara sesuatu.” Aku menghela napas sejenak. Mengumpulkan keberanianku dan mencoba mengingat-ingat kata-kata yang sudah aku rangkai semalaman.
            “Bicaralah.” Ucapnya sambil melanjutkan memakan hidangan di hadapannya. Aku benar-benar gugup untuk memulainya. Sekali lagi ku tarik napas perlahan.
            “Jinsun, sejak kelas satu, aku sudah kagum padamu. Melihatmu memenangkan berbagai macam perlombaan, melihatmu aktif di setiap kegiatan sekolah, melihatmu yang banyak teman, semuanya membuatku kagum.” Dengan hati-hati aku memulai semuanya.
            “Hahahhahha.. apakah aku benar-benar seperti itu? aku tidak menyadarinya. “ timpalnya sambil mengaduk jus strawberrynya. Jantungku berdegup kencang. Ya Tuhan. Dia tertawa. Apakah yang aku katakana tadi sesuatu hal yang lucu? Perlahan tembok keberanian yang sudah kubuat sejak malam tadi mulai terkikis. Aku menghela napasku lagi dan memulai bicara lagi.
            “ Ne, Jinsun.Apa  kau tidak pernah menyadari bahwa kau memang membuat semua orang kagum padamu?”tanyaku.
            “Hmm. Tidak.” Ucapnya singkat dan itu sontak membuat tembok keberanianku terkikis kembali. Namun, aku tidak mau kalah. Aku mencoba menghimpun keberanianku dan kembali bicara padanya.
            “ Hmm. Sebenarnya tidak penting juga sih, tapi, sejak bertemu kau, Jinsun, aku berani membuat keputusan yang penting dalam hidupku.” Aku berhenti sejenak.
            “Oh, Jinjja?Keputusan apa?” tanyanya lagi. Aigoo. Jinsun. Kenapa kau hanya bicara sesingkat ini dari tadi? Apa kau tidak tahu aku sedang bicara serius saat ini?
            “Hmm. Aku membuat keputusan untuk menyukaimu. “ Aku kembali terdiam sejenak sambil menundukkan kepalaku untuk mengumpulkan sisa-sisa keberanianku untuk mengungkapkan hal yang paling penting dari ini.
            “ Oh, terus??” Aku kembali menatap Jinsun.Tiba-tiba aku merasa semua pertahananku habis. Keberanian ku yang sedikit demi sedikit ku himpun sedari tadi, kini hanya sia-sia. Mendengar jawabannya yang sesingkat ini dari tadi mengacaukan semuanya. Semuanya yang sudah kusiapkan hancur seketika. Bagaimana bisa dia mengatakan kata “terus” ketika aku bilang aku menyukainya???? Ingin sekali aku katakan padanya bahwa aku ingin dia menjadi yeojachinguku. Tapi, entah kenapa lidahku susah untuk mengatakannya.
            “Terus..Hmmm.. Terus.. Ya, aku hanya suka. Aku hanya kagum padamu.” Yah!BABO!!!!! kenapa justru kata itu yang keluar. Tiba-tiba suasana menjadi hening. Aku dan dia  hanya diam dan kembali memakan hidangan dihadapan kami. Setelah selesai, kami pun pulang dalam keheningan.
                                    *****************************
            Sejak saat itu, hubungan kami tidak seperti dulu lagi. Kami sudah jarang berkomunikasi lagi. Kalaupun  bertemu, kami hanya tersenyum sekenanya. Yoochun yang menanyakan perubahan sikap kami pun aku hiraukan. Aku memang pengecut yang sama sekali tidak becus untuk sekedar mengatakan perasaanku pada Jinsun dan mengakui kepengecutanku di depan Yoochun.Keadaan ini terus berlanjut, sampai kami pun lulus dari SMA.
                                    *****************************
            5 tahun kemudian,
               Aku menyusuri rak-rak diperpustakaan kota yang dulu sering aku kunjungi saat SMA. Yah, kini aku sudah menjadi mahasiswa di Seoul University dan kini aku sudah berubah. Aku tidak menjadi orang yang tertutup lagi dengan teman-temanku dan kini aku pun sudah punya yeojachingu.
            Aku menemukan buku yang kucari-cari sedari tadi dan segera berjalan menuju penjaga perpustakaan. Tiba-tiba aku menabrak seseorang. Buku-buku yang dia bawa pun berjatuhan. Dengan sigap aku membereskan buku itu dan betapa kagetnya aku dengan seseorang yang berada dihadapanku saat ini. Jinsun.
            “Jinsun???” ucapku kaget.
            “Yunho????” dia pun tekejut. Sejenak kami hanya terdiam. Namun dia memulai percakapan kami.
            “ Annyeong Yunho, apa kabar? Sudah lama tidak bertemu.” Ucapnya tersenyum.
            “ Oh, Annyeong Jinsun. Emm.. kabarku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” jawabku sambil menyerahkan bukunya tadi.
            “Hmm. Aku juga baik. Tidak menyangka akan bertemu denganmu disini. Bagaimana kalau kita minum the atau kopi dulu?”
            “Oh, ne. Baiklah.” Jawabku.
                Kami pun pergi kekedai  terdekat dan mulai mengobrol. Kami membicarakan masa SMA kami. Kami pun tertawa mengingat kepolosan kami saat itu. Obrolan kami berlanjut sampai saat kejadian di malam itu.
            “Yunho, boleh aku tahu, sebenarnya apa yang mau kau katakan padaku saat itu?” tanyanya tiba-tiba. Aku tersedak karena saat dia bertanya tadi aku sedang meminum kopiku.
            “Hmm. Gwenchana Yunho????” tanyanya dengan muka khawatir.
            “Ani, gwenchana. Hmm.. kau benar-benar ingin tahu?” tanyaku untuk memastikan. Dia hanya mengangguk. Aku menghela napasku dan mencoba mengatakannya. Tidak ada salahnya kan, karena kami sama-sama sudah punya pasangan. Aku rasa ucapanku ini tidak akan mempengaruhi semuanya.
            “Sebenarnya saat itu aku ingin mengatakan padamu bahwa aku mau kau menjadi yeojachinguku.” Ucapku. Yak! Akhirnya kata-kata itu keluar juga. Sejenak kami kembali terdiam hingga dia memecah keheningan diantara kami.
            “Yunho, sebenarnya dulu aku juga menyukaimu.” JDARR!! Ucapannya tadi benar-benar bagai petir di siang bolong. MWO??? Dia juga menyukaiku??
            “Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai menyukaimu. Yang jelas, saat kau mulai mengsms ku aku sudah merasa cocok denganmu. Saat kau bergabung dengan Yoochun dan aku untuk lomba itu, aku pun merasakan sesuatu yang membuatku nyaman dan kagum padamu. Disaat kau mengantarku pulang dan saat mendengar suaramu. Semuanya membuatku nyaman. Dan aku juga merasa kau mempunyai perasaan kepadaku juga. Namun, sebagai wanita, aku hanya bisa menunggu. Menunggumu mengutarakan perasaanmu. Dan di malam itu, aku benar-benar menantimu untuk mengatakan hal itu. Tapi, sampai saat kita lulus pun , kau tidak pernah mengutarakannya. Yunho, aku rasa aku telah berbuat kesalahan besar karena hanya menunggumu” Ucapnya lagi.
            “Tidak. Jinsun. Tidak. Bukan kau yang salah. Kau tidak salah karena memang sudah sewajarnya kalau wanita menunggu. Aku yang salah. Aku yang terlalu pengecut karena tidak berani mengatakannya padamu padahal tinggal sedikit lagi aku dapat mengatakannya padamu. Seharusnya saat itu keberanianku lebih besar dari rasa ketakutanku akan penolakanmu. Seharusnya aku mengatakannya padamu. Walaupun akhirnya nanti akan diterima atau ditolak olehmu toh hanya dua pilihan itu yang ada saat kita mengutarakan perasaan kepada seseorang. Penyesalan memang selalu datang belakangan. Percuma saja aku menyesalinya sekarang. Kita tidak dapat kembali ke masa itu. Yang ada kini adalah masa depan, yaitu masa depan dengan pasangan kita saat ini.” Ucapku dan pertemuan kami ini pun menjadi pertemuan terakhir kami.      
                                           *******************
            Pelajaran yang bisa kuambil dari kisahku ini adalah aku harus berani mengusahakan apa yang selama ini aku inginkan. Aku harus terus mengusahakannya walaupun dengan kemungkinan terburuk sekalipun karena disaat aku berhenti berusaha, kegagalan dan penyesalan lah yang akan aku dapat. Sama seperti menyukai seseorang, aku harus berusaha mengatakan perasaanku itu karena disaat aku berhenti mencoba mengatakannya, aku tidak akan pernah tahu perasaan orang yang kucintai itu dan pada akhirnya, lagi-lagi kegagalan dan penyesalan yang akan kudapat
                                                                                    Jung Yunho
                                                         END

       Tararrarrararrararmmm…Gischan, gimana????? Mian ya kalo gaje n aku buatnya Yunho ga jadi sama kamu soalnya aku ga rela. Hehehehhe *senyum evil**diplototin Changmin n Kyu*
        Semoga suka ya Gischan… :*

No comments:

Post a Comment